Kasus Kekerasan di Rempang: Mengabaikan Faktor Budaya dalam Pembangunan?
KOREA SELATAN lebih maju daripada Ghana karena mempunyai budaya yang lebih baik. Kasus kekerasan di Rempang menunjukkan pembangunan yang mengabaikan kebudayaan.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Ada yang mengartikan kebudayaan hanya sebagai rangkaian upacara kesenian tradisional.
Dalam konteks kebijakan, sering disebut kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah dengan pengertian yang sempit sehingga selalu berada pada posisi yang tersubordinasi oleh faktor lainnya seperti ekonomi, politik, dan globalisasi.
Huntington menempatkan budaya sebagai peran utama yang membentuk kemajuan suatu masyarakat. Huntington memberikan penghormatan yang tinggi terhadap peran budaya.
Ketika membandingkan Ghana dan Korea Selatan, Huntington mengatakan, tidak diragukan lagi bahwa banyak faktor yang berperan. Namun, budaya memainkan peran besar.
Orang Korea Selatan menghargai hidup hemat, investasi, kerja keras, pendidikan, organisasi, dan disiplin. Orang Ghana mempunyai nilai-nilai yang berbeda dari nilai-niai itu. Orang Korea Selatan menapaki jalan demokrasi, sedangkan Ghana tidak.
Dalam konteks Indonesia, kita perlu mencari peta budaya menuju pembangunan ekonomi dengan kerangka yang lebih komprehensif. Kasus Ghana dan Korea Selatan bisa menjadi road map yang bisa dipelajari dan ditiru.
Kasus Rempang menjadi pelajaran bagaimana seharusnya budaya diberi tempat yang spesial dalam pembangunan.
Pemikir Indonesia, Soedjatmoko (1922–1989), sejak 1970-an sudah memberikan perhatian kepada esensi manusia dalam pembangunan.
Apa pun yang dikerjakan dalam pembangunan akan bertumpu pada manusia, baik sebagai subjek maupun sebagai objek atau tujuan.
Kemerdekaan yang telah dicapai harus diisi dengan program-program pembangunan untuk meningkatkan harkat derajat bangsa Indonesia. Kesejahteraan ekonomi, sosial, serta kebebasan individu bisa terjamin.
Hasil dari pembangunan itu ada yang tangible seperti kenaikan pendapatan per kapita. Ada pula yang intangible seperti kebahagiaan. Dua indikator itu saling berkaitan dan memengaruhi.
Soedjatmoko menekankan pentingnya daya cipta dan daya kreasi yang dimulai dengan pembangunan ekonomi.
Kemudian, ia masuk ke isu penting, yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi yang tidak terhindarkan. Indonesia harus masuk revolusi ilmu pengetahuan teknologi dengan memperhatikan efeknya terhadap kebudayaan.
Perubahan akibat ilmu pengetahuan dan teknologi mengakibatkan munculnya kelompok yang terpinggirkan. Hal itu karena pola pikir yang tidak mau berubah. Soedjatmoko menekankan pentingnya pendidikan untuk menghadapi perubahan.
Apa yang menjadi perhatian Soedjatmoko 50-an tahun yang lalu itu tetap relevan untuk saat ini. Teknologi adalah sebuah sarana untuk menghadapi persaingan ekonomi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: