KTT AIS Forum 2023: Negara Anggota Dukung Pengembangan ARHEA, Drone Canggih Pemantau Kondisi Air Laut Buatan RI

KTT AIS Forum 2023: Negara Anggota Dukung Pengembangan ARHEA, Drone Canggih Pemantau Kondisi Air Laut Buatan RI

Maritime Research Laboratory (MEAL) Universitas Padjajaran Bandung yang terletak di Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat, menjadi tempat pertama pengembangan ARHEA bersama dengan Institut Ilmu Kelautan (MSI) Universitas Filipina dan PT Robo Marine Indonesia p-Dok. UNPAD-

Sebelum mencapai batas terdalam, sensor akan memberi sinyal kepada alat untuk segera naik ke permukaan dengan dorongan mesin rotor yang dipasang di bagian bawah dasar tabung. ARHEA digerakkan oleh baterai yang bisa diisi ulang setiap 3 bulan sekali. 

"Sampai di permukaan air, alat ini akan langsung mengirimkan data. Nantinya setelah seluruh data terkirim dalam waktu 15-25 menit, maka ARHEA akan kembali menyelam" ujar Noir dikutip dari Kemenparekraf (08/10/2023). 

Ia menjelaskan, sensor yang dipasang akan disesuaikan dengan penggunanya. Bisa untuk mengukur parameter atmosfer seperti suhu udara, kelembapan, dan tingkat polusi air.

BACA JUGA:Pemerintah Siapkan 430 Kendaraan Listrik untuk Layani Tamu Delegasi KTT AIS Forum di Bali

Sementara parameter di dalam air adalah untuk mengetahui kondisi salinitas atau kadar garam air laut, derajat keasaman (Ph), suhu air, oksigen terlarut (DO), dan kekeruhan. 

Selain itu, ARHEA memiliki banyak kegunaan lainnya seperti dapat memetakan area kawasan populasi ikan (Fishing Ground Prediction) karena akurasinya yang mampu mencapai 5 meter dari objek yang direkam dibawah permukaan air.

ARHEA juga dapat mengawasi kawasan lindung laut, sehingga dapat digunakan oleh instansi kelautan dan perikanan. Metode pelepasan ARHEA bahkan juga sangat mudah, karena bisa dilepaskan melalui perahu atau pesawat terbang. 

Jangka Waktu pengukuran ARHEA bisa disesuaikan oleh pengguna misalnya per 5 menit, 30 menit, atau 60 menit. Data yang disimpan kemudian dikirimkan via satelit, lalu diterima oleh server di Pusat Data Kelautan Terintegrasi UNPAD (Indonesia Sea-Oceanography Data Center). Lalu,hasil pemeriksaanya akan ditayangkan langsung di www.isea-pdoc.org.

Noir menuturkan jika pengembangan alat ini sudah berlangsung sejak 2016 oleh Laboratorium Riset Kelautan (Maritime Research Laboratory/ MEAL) Unpad bersama institut ilmu kelautan (MSI) Universitas Filipina dan PT. Robo Marine Indonesia.

Prototipe pertamanya diberi nama GPS Drifter Combined (GERNED), yang selanjutnya diberi nama RHEA (Drifter GPS Oceanography Coverage Area). 

ARHEA pertama kali diperkenalkan pada AIS Forum Manado, Sulawesi Utara pada 1 November 2018.

Alat ini juga sudah diuji coba beberapa kali dalam jangka nasional dan internasional seperti di Pangandaran, Jawa Barat, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Perairan Suva, Negara Fiji.

Percobaan itu rupanya sukses mengundang banyak minat dari para pihak instansi kelautan dan perikanan negara-negara peserta untuk membeli ARHEA. 

"Ini menjadi kebanggaan bagi kami, karena alatnya hampir 80 persen bahan bakunya merupakan buatan dalam negeri dan ARHEA dibuat di Indonesia. Kecuali transmitter data yang digunakan untuk mengirimkan data ke satelit, bahannya memang harus diimpor," kata Noir.

Alat ARHEA ini sangat bermanfaat untuk memahami karakteristik potensi perairan Nusantara dan juga global dengan waktu yang presisi (real time).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: