Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (6-habis) : Setahun Kya-Kya, Jangan Sampai Cepat Redup
NUANSA ORIENTAL di Kya-Kya, Jalan Kembang Jepun, yang penuh dengan pedagang street food.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
Kya-Kya lahir kembali pada 11 September 2022. Sudah setahun. Tentu saja, surga kulineran di kawasan Pecinan, Jalan Kembang Jepun, itu makin dikenal luas.
SAMIRI Perera dan Simone Pijl, sejoli Jerman yang saya temani berwisata perahu dari Dermaga Taman Prestasi lalu, juga menyempatkan datang ke Kya-Kya.
Mereka tertarik melancong ke kawasan Pecinan itu justru tidak dari internet. Melainkan lewat seorang kawannya di Jerman. Yang juga lebih dulu ke Kya-Kya beberapa bulan lalu.
Samiri mengingat jajanan apa saja yang ia beli bersama kekasihnya. Ada sate, bakso, dan lumpia. "There's another one. Some kind of dimsum," tulisnya via WhatsApp tadi malam, Minggu, 8 Oktober 2023.
Awalnya, saya mengira jajan yang ia maksud itu siomay. Saya mengirim gambar siomay. Ternyata salah. Ia tambah clue lagi: warna putih dan teksturnya lembut.
"Choipan?" balas saya sambil mengirim gambar lagi. Samiri langsung mengiyakan. Lantas ketawa.
BACA JUGA : Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (1): Momentum Kebangkitan Wisata Heritage
BACA JUGA : Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (2) : Nikmati Atmosfer Seni di Alun-Alun Surabaya
Anda sudah tahu, Kya-Kya adalah wajah keberagaman Kota Surabaya. Konsep pusat kuliner itu menonjolkan kebudayaan Tionghoa. Berhias lampion merah dan naga yang menggantung di atas sepanjang jalan.
Destinasi utama Kya-Kya lama memang jajanan street food sepanjang 250 meter. Membentang dari gerbang naga sisi barat hingga perempatan Jalan Slompretan.
Konsep jajan jalanan itu juga tidak sama seperti saat kali pertama diluncurkan pada 31 Mei 2003. Kya-Kya lama mengategorikan menu menjadi tiga bagian. Yakni, Chinese food, Nusantara food, hingga internasional. Sedangkan kini dibebaskan.
Tetapi, menu-menu Chinese food tetap dihadirkan sebagai tema utama. Selain choipan, ada wonton, tahuwa, siomay, dimsum, dan beberapa lain lagi. Ada juga masakan rumahan lain seperti soto Madura, nasi goreng, sate, hingga nasi sambal ayam.
Menu-menu populer lain pun tersedia. Seperti nasi kebuli, gule maryam, ramen, dimsum, takoyaki, sosis bakar, dan masih banyak lainnya.
Suasana Jalan Panggung yang berpadu apik sebagai kawasan wisata heritage bernuansa Tionghoa di Surabaya utara.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
Secara keseluruhan, tidak ada yang berubah dari Kya-Kya sejak diluncurkan kembali pada 11 September 2022. Jumlah stan relatif sama. Suasananya pun asyik dengan iringan musik-musik Tionghoa yang dinyanyikan secara langsung.
Sayang, antusiasme pengunjung tak seramai di awal. Ada juga yang berkurang. Yakni tak ada lagi wisata becak hias dan rumah abu marga Han. "Sekarang ramainya cuma Sabtu. Jumat dan Minggu sepi," ujar Mutiani, pemilik stan Kyu-Kyu sosis bakar, saat dihampiri di stannya tadi malam.
Tiap Sabtu, pengunjung berdatangan mulai baru dibuka pukul 18.00 hingga penutupan. Sedangkan, Jumat dan Minggu, hanya ramai begitu pukul 19.00 hingga 20.30 malam.
"Atau kalau pas ada event itu baru ramai seperti kemarin," ujarnya. Yang dimaksud warga Perak itu Madura Food Festival pada 22-24 September 2023. Pengunjung bisa membeludak, bahkan melebihi area Kya-Kya.
Dia pun berharap Pemkot Surabaya rutin menggelar acara serupa. Supaya bisa menarik pengunjung lebih banyak. Tentu saja agar omzet para UMKM itu ikut naik.
BACA JUGA : Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (3) : Susur Kalimas dengan Sejoli Jerman
BACA JUGA : Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (4) : Sejarah Lokal Pikat Turis ke Jalan Tunjungan
Sebetulnya, hal ini sudah diingatkan oleh perancang desain Kya-Kya lama, Freddy H Istanto. Ia juga senang area Kya-Kya diperkecil. Tetapi, juga menyayangkan tak ada terobosan baru.
Terutama karena tak melibatkan menu-menu Chinese food yang legendaris di sekitar kawasan Kembang Jepun. Baik makanan berat maupun ringan. Padahal, inilah yang paling menjual.
"Karena menu yang legendaris itu merupakan memori kolektif," ujar mantan Dekan Fakultas Industri Kreatif Universitas Ciputra itu. Sehingga berpotensi menarik banyak orang. Terutama bagi mereka yang ingin bernostalgia dengan Kya-Kya.
KAWASAN BERSEJARAH Jembatan Merah yang menjadi batas sisi barat Jalan Kembang Jepun.-Sahirol Layeli-Harian Disway-
Founder Surabaya Heritage Society itu menilai, makanan-makanan yang legendaris dapat dijadikan anchor tenant. Semacam jangkar untuk menarik daya pikat.
Apalagi jika tersedia menu-menu yang menghadirkan live cook. Pasti akan jauh lebih menarik. "Orang bikin cakue, misalnya, sangat menarik untuk ditonton. Bisa jadi destinasi pilihan,” ungkapnya.
Intinya, sesuatu yang otentik dalam sebuah kawasan harus diperkuat. Bagi Freddy, konsep Kya-Kya Reborn saat ini kurang berhasil. Nyaris redup lantaran telah membatasi sesuatu yang otentik dari kawasan pecinan.
Jika tidak, wisata tersebut tidak akan langgeng. Hanya meriah saat pembukaan. Tetapi tak bisa diandalkan sebagai tempat wisata rutin lantaran tak punya sesuatu yang unik.
Tetapi, Freddy cukup optimistis dengan rencana pemkot mengembangkan wisata kota tua atau Suroboyo Kutho Lawas. Program itu mampu menunjang Kya-Kya. Tentu bila digarap dengan tepat.
Namun, daya eksplorasinya harus kuat. Terutama menonjolkan sesuatu yang unik dan otentik. Misalnya, seperti Jalan Tunjungan yang disulap menjadi Tunjungan Romansa.
"Tunjungan Romansa itu berhasil. Bagus sekali. Tapi, untuk wilayah utara, saya agak pesimistis," ungkap dosen Arsitektur Interior dari Universitas Ciputra itu. Maka wisata kota tua pun nanti sebaiknya juga menerapkan hal serupa.
Harus ada sesuatu yang otentik. Ekspresi budaya di tiap kawasan tak boleh dibatasi. Agar para pengunjung juga punya alasan kuat untuk datang ke tempat tersebut.
BACA JUGA : Geliat Surabaya Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-17 (5) : Kampung Peneleh, Pusat Perbelanjaan Semangat
Rencananya, Suroboyo Kutho Lawas bisa buka mulai akhir tahun nanti. Saat ini konsep wisata kota tua itu masih dalam pembahasan. Lokasi wisata itu dinilai cukup tepat.
Jembatan Merah dan Jalan Karet akan memperkuat keberadaan Kya-Kya. Apalagi, nanti bakal ada dermaga baru di sekitar Jalan Karet untuk wisata susur sungai Kalimas.
"Itu pasti bagus sekali. Terutama kalau malam hari," ujar Freddy. Gedung-gedung menjulang penuh kerlap-kerlip. Membuat suasana malam Surabaya lebih hidup dilihat dari perahu.
Wisata susur sungai itulah yang akan menghubungkan antarobjek wisata sejarah lainnya. Mulai Jembatan Merah, Balai Pemuda, Monumen Kapal Selam, hingga Peneleh. (Mohamad Nur Khotib)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: