Rasisme di Negeri Para Nabi

Rasisme di Negeri Para Nabi

Warga Palestina mencari korban di lokasi serangan Israel di kamp pengungsi Jabalia, jalur Gaza Utara, pada Selasa, 31 Oktober 2023. -Reuters-

Eksodus bangsa Yahudi terjadi ke wilayah baru bernama Israel itu, yang berkaitan erat dengan insiden holocaust oleh Nazi pada Perang Dunia II. Demi menciptakan suatu negara baru, Zionis Yahudi tidak enggan mengorbankan saudara seimannya yang bermukim di Jerman sebagai ancaman untuk segera mempercepat pendudukan wilayah. 

BACA JUGA:Semakin Panas! Tiongkok Kirim 6 Kapal Perang ke Timur Tengah saat Perang Hamas-Israel

BACA JUGA:Simak! 5 Negara yang Dukung Palestina di Perang Israel vs Hamas

Bukan itu saja. Zionis Yahudi juga melakukan invasi-invasi terhadap rakyat sipil Palestina dalam bentuk teror penembakan rumah-rumah ibadah pada saat ibadah sedang berlangsung. 

Hal tersebut tentu saja membangkitkan keinginan untuk membela diri dan tanah air yang sudah mereka diami secara turun-temurun. 

Meski negara Palestina akhirnya berdiri pada 15 November 1988 dan pada 2023 sudah mendapatkan legalitas secara de jure dan de facto dari 71,5 persen negara-negara anggota PBB (138 negara dari 198 negara), tetap saja teror tentara Zionis Yahudi terus dilakukan. 

Hal itu bahkan memunculkan kecaman dari seorang penulis dan wartawan Israel Gideon Levy. Ia menyatakan bahwa perlakuan bangsa Israel yang pro-Zionis Yahudi terhadap bangsa Palestina sesungguhnya adalah politik apartheid, yaitu diskriminasi berdasar ras atau rasisme ekstrem. 

Perilaku itu tak ubahnya perilaku para anggota Ku Klux Klan terhadap imigran kulit hitam yang berlangsung selama berpuluh tahun di Amerika Serikat di masa lalu, yang bahkan jejaknya masih terasa hingga sekarang dengan slogan White Supremacy. 

Para pelaku rasisme tersebut seolah tidak pernah menyadari bahwa sesungguhnya merekalah pendatang yang memorak-porandakan suatu wilayah dan kedamaian di muka bumi. 

Contoh nyata, kedatangan para imigran Inggris ke wilayah Amerika dengan melakukan pembantaian terhadap warga Indian. Belum lagi segala bentuk kolonialisasi di berbagai belahan dunia, yakni para pelakunya merasa sebagai pembawa peradaban (civilization) bagi wilayah yang mereka pikir tidak berbudaya. 

 

Peran Indonesia dalam Konflik Palestina-Israel

Indonesia sebagai negara yang memiliki prinsip kedamaian dalam hubungan antarnegara, baik bilateral maupun multilateral, seyogianya memiliki peran penting dalam menghentikan bencana kemanusiaan ini. 

Terlebih, Indonesia adalah salah satu anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, yang sejatinya merupakan instansi garda terdepan dalam menjaga kedamaian dan keamanan antarnegara. 

Kita seharusnya memiliki suara yang lantang untuk memaksa PBB berlaku adil pada setiap invasi antarnegara, yang mengatur bahwa setiap pelakunya akan mendapatkan teguran hingga hukuman bila merusak kedamaian antarnegara atau melakukan invasi ke negara lain. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: