Ketua MK Kian Terpojok

Ketua MK Kian Terpojok

Ilustrasi Ketua Umum Anwar Usman. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Langkah Prabowo-Gibran Makin Mulus: DPR RI Setujui Perubahan PKPU dan Perbawaslu Sesuai Putusan MK

”Saya ini sudah jadi hakim dari tahun 1985, alhamdulillah. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang menyebabkan saya berurusan seperti ini,” tambah Anwar.

Sampai di sini belum terungkap, dari mana asal pernyataan Anwar bahwa ia tidak ikut RPH karena diduga terjadi konflik kepentingan. Berdasar aturan, hakim harus mundur dari persidangan yang ia ikuti jika terjadi konflik kepentingan. Konflik kepentingan berarti, keputusan hakim bisa menguntungkan diri sendiri atau kerabat atau kelompoknya.

Ternyata, soal itu diungkap hakim Arief Hidayat yang ikut dalam RPH dan sudah dimintai keterangan oleh tim MKMK. Arief kepada wartawan menjelaskan seperti ini.

Pada 19 September 2023 digelar RPH membahas putusan perkara No 29-51-55/PUU-XXI/2023 yang juga berkenaan dengan gugatan usia minimum capres-cawapres. Ada sembilan hakim peserta.

Dari sembilan, hanya delapan yang hadir. Satu-satunya hakim yang tidak hadir Anwar Usman. Maka, RPH dipimpin Wakil Ketua MK Saldi Isra.

Ketika RPH akan dimulai, Arief (peserta) bertanya ke Saldi Isra, mengapa ketua (Anwar Usman) tidak hadir? Dijawab Saldi: ”Mungkin untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan.”

Arief: ”Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden, di mana kerabat ketua (Anwar Usman) berpotensi diusulkan (waktu itu belum diusulkan) dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik. Sehingga ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo.”

Kemudian, tanpa kehadiran Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah Konstitusi dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah).

MK pun kala itu menolak gugatan yang diajukan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda, dan para kepala daerah itu.

Jadi, Anwar tidak hadir di RPH, disimpulkan Wakil Ketua MK Saldi Isra, mungkin karena ada potensi konflik kepentingan. Bukan pernyataan Anwar.

Lantas, ada RPH berikutnya. RPH yang juga sama-sama membahas gugatan usia minimal capres-cawapres pada perkara nomor 90. Di situ Anwar Usman hadir.

Di RPH yang ini sikap MK mendadak berbalik dan menyatakan bahwa kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum usia 40 tahun. 

Itulah putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial, kemudian dihebohkan media massa dan medsos. Sampai di medsos tersebar istilah mahkamah keluarga.

Kelanjutannya, atas dasar putusan MK itu, diketahui bahwa putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, bisa mengikuti Pilpres 2024 walaupun usianya belum 40 tahun, tetapi berbekal pengalaman menjabat sebagai wali kota Solo selama hampir tiga tahun. Pencalonan Gibran sah oleh putusan MK yang ini.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: