Kasus Pembunuhan di Pasuruan: Ngono yo Ngono, ning Ojo Ngono

Kasus Pembunuhan di Pasuruan: Ngono yo Ngono, ning Ojo Ngono

Ilustrasi kasus pembunuhan di Pasuruan.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Maknanya, coping manajemen kognitif seseorang dalam mengelola emosi. Orang dengan tingkat coping rendah, jika emosional, bakal marah meledak-ledak. Sebaliknya, orang dengan tingkat coping tinggi bisa bijaksana dalam menanggapi gejolak emosional diri.

BACA JUGA: Bergaji Kecil, Pelayan Warung Bunuh Majikan

Ajaran Jawa dan Barat sama-sama bernilai luhur. Bedanya, Barat disampaikan dalam teori tertulis yang bisa dibaca siapa pun dengan latar budaya apa pun. Sebaliknya, ajaran Jawa disampaikan dalam ucapan lisan dari orang tua kepada anak secara turun-temurun.

Dalam pembunuhan di Pasuruan, korban dan pelaku sama-sama tidak menerapkan piwelingngono yo ngono, ning ojo ngono”. Dari sisi korban sudah jelas, dia memaki secara berlebihan: ”Jual saja istrimu untuk bayar utangmu.” Sangat menyinggung perasaan pelaku.

Sebaliknya, pelaku dengan tingkat coping yang rendah emosi berlebihan. Tidak menuruti ajaran Jawa yang luhur itu.

BACA JUGA: Sulit Lupakan Mantan, Solusinya Bunuh

BACA JUGA:Selingkuh, lalu Bunuh di Depok

Satu lagi, dari kronologi tersebut tampak pelaku atau istrinya memang punya uang. Bukti, istrinya bisa ibadah umrah (paling murah Rp 30 juta). Beribadah sampai jauh ke Tanah Suci, tapi utang kepada tetangga dekat rumah Rp 4 juta tidak dibayar. Ngono yo ngono, ning ojo ngono.

Siapa pun pelanggar piweling itu, dalam filosofi Jawa, pasti bakal menimbulkan korban (orang lain dan diri sendiri). Pembunuh dipenjara lantaran melanggar Pasal 340 KUHP Pembunuhan Berencana. Ancaman hukuman mati, setidaknya 15 tahun penjara. Korbannya mati.

Filosofi Jawa dan Barat itulah kriminologi. Sebab, inti kriminologi adalah ilmu mengajarkan agar orang tidak berbuat jahat. Juga, agar orang terhindar dari korban kejahatan. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: