Pelaku KDRT dr Qory Ulfiyah Playing Victim

Pelaku KDRT dr Qory Ulfiyah Playing Victim

Ilustrasi dr Qory Ulfiyah. Pelaku KDRT dr Qory Ulfiyah playing victim.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dalam praktiknya, visum et repertum digunakan sebagai bagian dari pemeriksaan pada korban kekerasan, baik fisik, mental, maupun seksual. Untuk melakukan visum, diperlukan permintaan penyidik terlebih dahulu. Visum tanpa laporan polisi tidak bisa dilakukan. Tanpa surat permintaan dari penyidik, dokter hanya dapat melakukan pemeriksaan kesehatan. Lantas, mengeluarkan surat keterangan sehat.

Visum sebaiknya dilakukan sesegera mungkin dari saat kejadian penganiayaan. Agar bukti hukum itu lebih akurat, menyangkut kondisi luka. Namun, tidak ada batas waktu visum setelah kejadian yang pasti. Artinya, boleh kapan saja.

Di kasus KDRT terhadap dr Qory, pemukulan dilakukan Willy antara Minggu, 12 November 2023, sampai esoknya. Qory divisum tiga hari kemudian. Dengan demikian, luka akibat KDRT sudah tidak terlalu jelas. Tapi, visum dilakukan.

BACA JUGA: Pelajaran dari Kasus KDRT

BACA JUGA: Selesaikan Kasus KDRT di Kantor Polisi

Jumat, 17 November 2023, Willy ditangkap dan ditahan. Langsung digelar konferensi pers di Polres Bogor. Willy dihadirkan di situ. Ia mengenakan seragam tahanan, mengenakan tudung kepala hitam, kedua tangan diborgol. Pria berkacamata tebal itu selalu menunduk.

Di konferensi pers digelar bukti hukum dua pisau dapur panjang, bergagang hijau. Itu alat bukti hukum yang ditempelkan tersangka ke punggung korban. Karena itu, korban menganggap, jika tidak kabur, dia bakal dilukai Willy dengan pisau tersebut.

Kasus KDRT suami terhadap istri sangat sering terjadi dalam satu dekade terakhir. Atau meningkat drastis dalam satu dekade ini. Belum ada riset yang menjelaskan, mengapa terjadi peningkatan?

Mungkin, istri yang sudah punya anak dan di-KDRT suami ragu melapor ke polisi. Kalau melapor, sangat mungkin mereka bakal bercerai. Mustahil, setelah suami dipenjara, mereka balik serumah lagi. Bisa terjadi balas dendam suami. Sebaliknya, kalau istri melapor, lalu mereka bercerai, berarti perempuan jadi janda dengan anak. Itu problem berat.

Mungkin pula, peningkatan jumlah KDRT dampak era medsos. Kini dengan sekali posting, KDRT pasti viral. Sesuatu yang viral memberikan tekanan moral besar kepada polisi agar cepat bertindak. Polisi pun bertindak. Dengan begitu, tampak jumlah KDRT meningkat bila dibandingkan dengan satu dekade lalu.

Bagaimana cara ortu mendidik anak lelaki supaya kelak anak itu tidak jadi pelaku KDRT? Belum ada risetnya. Baik di Indonesia maupun internasional. Riset model begini butuh sangat mendalam. Memakan waktu. Dari saat responden masih anak-anak sampai mereka dewasa dan menikah.

Dikutip dari laman United Nations bertajuk What Is Domestic Abuse? dipaparkan, domestic abuse atau domestic violence (KDRT) ada yang cuma sekali dalam seumur hidup pernikahan pasutri, tapi ada yang berkelanjutan.

Meski penyerangan fisik atau psikologis mungkin terjadi hanya sekali atau sesekali, serangan tersebut menimbulkan ketakutan pada korban pada kemungkinan serangan kekerasan di masa depan.

Pelaku membangun dan mempertahankan kendali atas pasangannya atau korban lain dalam rumah tangga. Sering kali, satu atau lebih insiden kekerasan bisa disertai dengan serangkaian jenis pelecehan lainnya. Mereka tidak mudah diidentifikasi, tetapi secara tegas membentuk pola intimidasi dan kontrol dalam hubungan berkeluarga.

United Nations tidak menjelaskan penyebab pria jadi pelaku KDRT. Karena itu, tidak ada pedoman pendidikan masyarakat agar mereka tidak mencetak anak lelaki jadi pelaku KDRT. Sebab, jika KDRT terjadi, pelaku dan korban sama-sama rugi. Korban rugi fisik dan mental ketika kejadian. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: