Jeda Peperangan Hari Pertama di Gaza Berjalan Lancar, Mungkinkah Gencatan Senjata Permanen Terjadi?

Jeda Peperangan Hari Pertama di Gaza Berjalan Lancar, Mungkinkah Gencatan Senjata Permanen Terjadi?

Jeda peperangan hari pertama di Gaza antara Pejuang Hamas dan Zionis Israel berjalan lancar, sebanyak 200 truk bantuan masuk lewat perbatasan Rafah pada 24 November 2023 -Reuters-

“Kami berkomitmen terhadap perjanjian gencatan senjata. Kami akan membebaskan 50 sandera kami, apabila Israel melepaskan 150 wanita dan anak-anak Palestina yang mereka tahan di penjara Israel dalam empat hari,” tegas Ismail Haniyeh, Ketua Pemimpin Hamas. 

Menanggapi hasil positif tersebut, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) berharap bahwa jeda peperangan ini bisa menjadi gencatan senjata permanen. 

Karena PBB dan sebagian besar pemimpin dunia selalu menuntut perdamaian dan hak kebebasan warga Gaza sebagai suatu negara. 

Apalagi mengetahui kebengisan tentara IDF ketika berperang, yang sama sekali tidak menghargai aturan humaniter Internasional.

Seperti penyerangan terhadap seluruh sekolah UNRWA, rumah sakit, tempat pengungsian, dan tempat ibadah yang ada di Gaza Utara dan Gaza Selatan.

Nyawa manusia, khususnya anak-anak kecil di Gaza seperti tidak ada artinya di tangan Israel. 

“Saya berharap hari pertama jeda peperangan ini akan berlangsung seterusnya di hari-hari berikutnya, sebagai gencatan senjata permanen. Ini semua demi kepentingan masyarakat Gaza, Israel, dan sekitarnya,” ujar Kepala Bantuan Kemanusiaan PBB Martin Griffiths. 

Namun, PM Israel Benjamin Netanyahu rupanya merespon negatif hal itu. Ia bersikeras ingin melanjutkan peperangan dengan dalih untuk memburu pasukan Hamas. 

BACA JUGA:Terpaksa Setujui Gencatan Senjata dengan Hamas, Netanyahu Ngeyel Tetap Lanjutkan Perang


PM Israel Netanyahu menolak gencatan senjata permanen dan bersikeras melanjutkan peperangan pada 25 November 2023 -IsraeliPM-

Padahal sejak hari pertama peperangan, Netanyahu selalu gagal membunuh komando pasukan pejuang Hamas. Sehingga, hal itu mendorongnya untuk melakukan operasi militer secara brutal, meskipun harus melanggar hukum internasional.

“Membawa pulang para warga kami dengan selamat adalah tujuan kami. Tapi, kami ingin meraih tujuan perang kami yang lain dan lebih besar, yakni memburu pasukan Hamas,” ujarnya.

Sejak awal, Netanyahu selalu menolak timbulnya kesepakatan gencatan senjata dengan Hamas. 

Tapi, setelah melalui proses mediasi panjang bersama dengan AS, Mesir, dan Qatar. Ia baru setuju untuk melakukan jeda peperangan, dengan imbalan warganya dipulangkan.

Sikap Netanyahu jelas menjadi pernyataan. Kenapa Israel harus menunggu waktu lebih dari sebulan bagi Israel untuk melakukan jeda?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: