Serangan Tipis Puan ke Presiden Jokowi

Serangan Tipis Puan ke Presiden Jokowi

Ilustrasi Puan Maharani menyerang Presiden Jokowi dengan isu hak interpelasi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA: Eks Ketua KPK Agus Rahardjo: Hentikan...!

BACA JUGA: Puan Maharani: Siap-Siap Krisis Pertalite, Stok Cukup Sampai September

BACA JUGA: Jokowi Way

Rombongan keluarga Jokowi berbondong keluar dari PDIP. Bedol keluarga Jokowi dari PDIP. Menyitir istilah bedol desa atau berpindahnya penduduk sedesa ke tempat lain karena suatu masalah.

Pasti, PDIP melawan. Dengan aneka pernyataan. Perlawanan PDIP, sebagai partai pemenang Pemilu 2019, tentu saja dahsyat. Mulai yang halus sampai yang kasar. Mulai di media massa sampai media sosial, lengkap dengan buzzer. Menggoyang opini publik menyerang Jokowi.

Sebaliknya, elektabilitas pasangan Prabowo-Gibran tidak merosot oleh itu. Malah cenderung naik. Kepercayaan publik terhadap Jokowi telanjur kuat. Hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) yang dilakukan pada 1–8 Juli 2023, diumumkan 11 Juli 2023, tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Presiden Jokowi 81,9 persen. Sangat kuat. 

Pemegang saham majalah Tempo dan Jawa Pos Goenawan Mohamad sampai nangis-nangis di TV, menyatakan kecewa terhadap Jokowi. ”Saya kecewa,” ujarnya mewek. Pun, tidak ngefek juga. Bisa jadi, karena Goenawan kini ditagih hak saham dan dividen mantan karyawan Jawa Pos yang tak pernah dibagikan total Rp 1,7 triliun. Dengan begitu, meweknya Goenawan tidak sinkron dengan sahamnya di Jawa Pos. Meskipun, meweknya itu memelas.

Terbaru, soal pernyataan Agus itu. Dalam wawancara dengan Rosiana Silalahi (sama dengan ketika Goenawan Mohamad mewek) di Kompas TV. Intinya: Agus mengaku pada 2017 dipanggil sendirian (temu berdua dengan Jokowi). Begitu masuk ruangan, Agus langsung dibentak Jokowi. ”Hentikan…,” teriak Agus, menirukan bentakan Jokowi, kepada Rosiana Silalahi.

Ternyata yang disuruh hentikan oleh Jokowi adalah proses hukum tersangka korupsi e-KTP Setya Novanto di KPK. Agus menolak. Sebab, KPK telanjur mengeluarkan sprindik (surat perintah penyidikan) dan mengumumkan Novanto tersangka korupsi, waktu itu. Sementara itu, KPK tidak punya perangkat hukum SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) seperti polisi dan kejaksaan.

Pernyataan itulah, meskipun sudah dibantah pihak istana kepresidenan, yang disoal Puan Maharani. Dengan pernyataan bersifat pancingan itu.

Apakah kesaksian seseorang (dalam hal ini Agus Rahardjo) cukup alasan bagi anggota DPR menggunakan hak interpelasi? Memanggil Presiden Jokowi ke DPR untuk menjelaskan pernyataan Agus itu?

Bukankah, berdasar pasal di atas, yang bisa diinterpelasi adalah kebijakan presiden? Sedangkan di kasus itu ucapan orang (Agus) soal perkataan presiden. Apalagi, pertemuan cuma berdua, Jokowi dan Agus.

Maka, pancingan Puan itu merupakan serangan politik tipis-tipis. Spekulatif. Siapa tahu, ada pakar hukum yang menyatakan: Itu bisa diinterpelasi. Atau, mendadak anggota DPR ramai-ramai (dalam pasal itu disebut minimal 25 orang dan lebih dari satu fraksi) menyatakan: interpelasi.

Seumpama pancingan Puan sukses, ”jadilah itu barang”. Tapi, Jokowi bakal mengatakan (ke DPR) hal sama dengan yang sudah diumumkan. Tidak mungkin tidak. Atau, pancingan tipis itu tanpa reaksi, maka sepi lagi. 

Pemilu tinggal dua bulan. Sebaiknya situasi tenang. Terpenting, kan membikin makmur wong cilik. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: