Independensi Bank Indonesia Pasca-UU P2SK

Independensi Bank Indonesia Pasca-UU P2SK

KEGIATAN FGD Bank Indonesia terkait independensi BI setelah UU P2SK. -Bagong Suyanto untuk HARIAN DISWAY-

Masalahnya adalah saat independensi BI mulai agak berkurang. Dengan berkurangnya independensi, pertimbangan BI dalam mengambil keputusan tentu berisiko tidak hanya mempertimbangkan keberlanjutan, konsistensi, dan transparansi. 

Bukan tidak mungkin, ketika BI dihadapkan pada tantangan situasi krisis dan tekanan politik yang kuat, kebijakan yang dikeluarkan menjadi rawan terkontaminasi kepentingan politik. 

BACA JUGA: Risiko Operasional Bank

BACA JUGA: Laba Jumbo Perbankan

Pengalaman di berbagai negara telah banyak membuktikan bahwa kepentingan politik penguasa acap kali bertabrakan dengan aspek keberlanjutan, konsistensi, dan transparansi sehingga kebijakan yang dikeluarkan pun menjadi rawan bias.

Dana Moneter Internasional (IMF) telah memberikan peringatan penting: ketika pihak-pihak yang memiliki kekuasaan memiliki akses untuk memengaruhi independensi BI, politisi cenderung akan memanipulasi kebijakan moneter untuk menggenjot popularitas dan elektabilitas demi kepentingan politik. 

Politisi yang biasanya bersikap pragmatis dan mengejar keuntungan jangka pendek bukan tidak mungkin akan menimbulkan persoalan ekonomi yang pelik bagi negara. Belajar dari pengalaman itulah, sejak 1970-an, hampir seluruh negara di dunia selalu memasukkan faktor independensi sebagai salah satu poin penting dalam UU yang terkait posisi bank sentral. 

BACA JUGA: Nasib 21 Unit Syariah Bank Konvensional

BACA JUGA: Keserakahan Perbankan

Dalam praktik, Bank Indonesia tidak boleh menjadi pihak yang bisa ditekan atau diintervensi pihak yang berkuasa. Sebab, jika hal itu dibiarkan, pertimbangan dikeluarkannya kebijakan BI akan rawan salah sasaran.

Itulah tantangan yang dihadapi BI pasca dikeluarkannya UU P2SK. Semoga ke depan BI mampu mempertahankan independensinya secara kokoh dan pemerintah memiliki kesadaran untuk tidak melakukan intervensi yang bisa membahayakan masa depan bangsa ini. (*)


Bagong Suyanto, dekan FISIP Universitas Airlangga -Unaid.ac.id-

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: