Mayjend TNI Farid Makruf: Anak Pedagang Kelontong itu Kini Jadi Kaskostrad

Mayjend TNI Farid Makruf: Anak Pedagang Kelontong itu Kini Jadi Kaskostrad

mayjen tni Farid Makruf memeriksa persenjataan dalam latihan perang.-Penerangan Kodam V/Brawijaya-

Di lain waktu, Farid sendiri juga berkisah tentang kenangannya saat bersekolah. Saat SMP dan SMA, ia harus bangun lebih awal dari yang lainnya agar bisa menumpang truk pengangkut batu. Atau pikap pengangkut palawija bahkan ikan untuk sampai ke Bangkalan. Jaraknya 21 Kilometer dari Petra. 

“Tujuannya menghemat ongkos angkutan. Di waktu lain saya menumpang teman saya yang punya Vespa,” aku Farid Makruf.

Nah, di saat SD atau SMP itu, saban Sabtu, ia tak masuk sekolah. Alasannya, Sabtu itu hari pasar. Dia harus membantu ibunya mengangkut barang. Ada pula tambahannya; Dia bisa dapat tambahan uang saku.

Pengalamannya hidup di lingkungan pasar, bertemu dengan orang dengan karakter beragam, kemampuan beradaptasi dengan situasi, dan berkomunikasi dengan banyak orang terbawa hingga menjadi komandan satuan. 

Setamat SMA, ia sudah mendaftar ke Institut Pertanian Bogor dan kemudian lulus. Suatu waktu bapaknya membawa brosur Akabri dan menunjukkan padanya. Farid Makruf remaja tertarik. Bapaknya pun bertanya, sembari menunjukkan daun pisang; “Rid, ini warna apa?” 

Ia menjawab; “Warna hijau.” 

Bapaknya pun langsung menyambung; “Bila begitu, ikut saja test Akabari. Sebab kalau kamu jawab itu biru daun, kamu bakal tak lulus.”

 “Bapak sengaja bertanya begitu karena kebiasaan orang Madura yang menyebut warna biru daun untuk daun yang berwarna hijau. Jadi semuanya biru,” kisahnya sembari tertawa. 

Farid pun pun mencoba mendaftar dan setelah melalui serangkaian test, ia lulus.  

“Alasan saya waktu itu karena kuliah IPB maka tentu saja orang tua saya akan mengeluarkan biaya banyak, sementara masih ada kakak saya yang kuliah. Saya pun mendaftar di Akabri dan lulus. Dan itu tanpa katabelece atau orang dalam ya,” kisahnya kemudian.

Ditugaskan di Sierra Leone

Lulus dari Akabri, ia langsung diperintahkan masuk Korps Pasukan Khusus, pasukan elit yang sudah tersohor sejak lama itu. Pada 1992-1994 ditugaskan di Timor Timur. Pada 2003-2004, Farid Makruf yang masih berpangkat Kapten ditugaskan bergabung dengan UNAMSIL (United Nation Mission in Sierra Leone). Misi ini dibentuk oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa sejak Oktober 1999 untuk membantu pelaksanaan Kesepakatan Perdamaian Lomé. Sebuah perjanjian yang dimaksudkan untuk mengakhiri perang saudara Sierra Leone, Afrika Barat.

Setelahnya, sejumlah penugasan dilakoninya termasuk menjadi Danrem 162/Wira Bhakti, Mataram 2016-2018 sampai Danrem 132/Tadulako, Palu. Di Palu, ia menjadi wakil Penanggung Jawab Kendali Operasi (PJKO) Operasi Tinombala. Kemudian Operasi Madago Raya yang memburu kelompok sipil bersenjata Mujahiddin Indonesia Timur.  

Bertugas di Palu, tak ubahnya mengulang apa yang sudah dikerjakannya di Mataram, NTB. Di Bima, dia melakukan upaya menghadang laju tumbuhnya radikalisme. Saat gempa bumi Lombok 2018, ia menjadi Komandan Satuan Tugas Penanggulangan Darurat Bencana. 

Itu pula yang dihadapinya pasca bencana dahsyat Padagimo - Palu, Donggala, Sigi dan Parigi Moutong. Selain menjalankan tugas keseharian sebagai komandan satuan, ia juga menjadi Komandan Satgas Percepatan Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pascabencana Sulteng.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: