Mahfud MD Kampanye Antikorupsi

Mahfud MD Kampanye Antikorupsi

Ilustrasi Mahfud MD kampanye. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Atau, sebaliknya, petugas KPK berpikiran begini: ”Ini kesempatan. Duit koruptor gue palak aja.”

Nilai uang yang dikorup (memeras para tahanan koruptor) bervariasi. Terkecil Rp 1 juta, terbesar Rp 504 juta.

Bisa dibayangkan, korupsi Rp 1 juta mungkin dianggap kecil. Tapi, buat keluarga miskin, nilai uang yang bukan gaji itu bisa dianggap sangat besar. Sekali terima Rp 1 juta. Nilai yang besar. Jangan bicara yang terima terbesar Rp 504 juta. Itu unsur pimpinan rutan. 

Itu kita abaikan ketua KPK yang kini tersangka pemerasan. Sebab, menyitir pidato Mahfud, itu tingkat elite. Harus ditindak hukum ofensif.

BACA JUGA: Cuti Sehari, Prabowo Subianto Genjot Kampanye di 3 Provinsi di Sumatera

Lantas, bagaimana dengan koruptor kelas Rp 1 jutaan itu? Yang dilakukan rakyat kecil itu? Apakah, sesuai kata Mahfud, mereka bakal dikenai tindakan hukum defensif (melindungi) karena mereka rakyat kecil?

Pasti, jawab Mahfud: tidak. Sebab, Mahfud juga guru besar ilmu hukum di Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Jadi, semestinya Mahfud mengatakan, soal korupsi, tindakan hukum tidak pandang bulu. Apakah dilakukan elite atau rakyat jelata, pasti disikat habis.

Bagaimana kondisi di negara yang paling tidak korup sedunia, Denmark, apakah di sana sepi korupsi?

Dikutip dari laman Lexology (dari United Kingdom), 26 April 2019, berjudul Anti-Corruption and Bribery in Denmark, disebutkan, di sana juga ada korupsi. Dicontohkan tiga perkara, berikut ini:

BACA JUGA :Prabowo Banyak Diserang, TKN Tidak Akan Ubah Gaya Kampanye dari Riang Gembira Menjadi Agresif

Juni 2018, perusahaan IT Atea di sana menyogok (menyuap) pegawai otoritas publik Region Zeeland. Atea didenda Dkr 10 juta (setara Rp 22,83 miliar) dan dilarang melakukan perdagangan publik. Lalu, petugas publik dihukum penjara.

Kasus lain, Februari 2019, perusahaan Denmark Burmeister Wain Scandinavian Contractor (kontraktor pembangkit listrik internasional) mengeluarkan pernyataan, perusahaan tersebut memecat lima karyawan dan melaporkan dua orang ke polisi karena dugaan suap sehubungan dengan tiga proyek tak dikenal di Afrika.

Kasus lain lagi, Maret 2019, produsen cat Denmark, Hempel, didenda Dkr 220 juta (Rp 502 miliar) karena memberikan suap kepada berbagai agen lokal agar mereka mendorong pemilik kapal memilih cat Hempel untuk kapal mereka.

BACA JUGA: Kampanye ke NTT dan Kalsel Akhir Pekan Ini, Gibran Bakal Hadiri Konser Indonesia Maju

Dari contoh-contoh itu, pemerintah Denmark menerapkan hukuman denda sangat besar untuk tindakan suap yang ”tidak seberapa”. Dengan demikian, perusahaan swasta berinisiatif memecat dan melaporkan karyawan yang menyuap ke polisi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: