Mendorong Pasar Tradisional sebagai Warisan Budaya, Menjaga Keunikan dari Nenek Moyang

Mendorong Pasar Tradisional sebagai Warisan Budaya, Menjaga Keunikan dari Nenek Moyang

Suasana Pasar Wonokromo yang sudah dimulai sejak zaman penjajahan Belanda. Sebagaiman kota pada umumnya pasar di daerah Jawa, Pasar Wonokromo berasal dari sebuah pasar tradisional yang akrab disebut pasar krempyeng. --

Sehingga di beberapa kota besar kemudian dikenal ada Pasar Senen, Pasar Rabu, Pasar Kamis, Pasar Jumat, dan lain-lain. Namun demikian, aktivitas pasar tradisional tetap memperlihatkan keunikannya.

Ada beberapa keunikan pasar di Indonesia. Pertama, tempatnya yang sangat luas sehingga menampung jumlah pedagang yang sangat banyak. Rata-rata pasar tradisional memiliki luas ratusan sampai ribuan meter.

Kedua, karena tempatnya yang sangat luas maka berbagai macam dagangan bisa tertampung di satu tempat. Hampir semua barang kebutuhan masyarakat biasanya bisa ditemukan di sebuah pasar tradisional.

Bahkan ada pula pasar yang merupakan gabungan dengan pasar hewan, pasar ikan, pasar buah, dan lain-lain. Pasar tradisional bisa dikategorikan sebagai supermarket jika mengacu pada jenis dagangan yang beraneka ragam.

Ciri ketiga pasar tradisional adalah adanya tawar-menawar dalam proses jual beli. Tawar-menawar adalah prinsip untuk mencapai keseimbangan dan kepuasan antara penjual dan pembeli. Penjual mendapatkan keuntungan yang pantas. Sedangkan pembeli memperoleh barang yang dianggap sesuai.

Jual-beli dengan sistem tawar-menawar adalah seni yang unik. Proses tawar-menawar bisa berlangsung cukup lama dan dianggap tidak efektif, tapi tetap dilakukan juga demi keuntungan dan barang yang diharapkan oleh penjual dan pembeli. Itulah seni berbelanja di pasar tradisional.

Namun demikian, bagi pedagang tertentu aktivitas berjualan di pasar tidak semata-mata mencari keuntungan yang besar. Hal tersebut tercermin dalam pepatah Jawa, tuna sathak bathi sanak. Artinya: rugi dagangan (tidak apa-apa) yang penting mendapatkan saudara baru. 

Pepatah tersebut mencerminkan bahwa aktivitas perdagangan di pasar tradisional ternyata memiliki sisi-sisi manusiawi. Tidak semata-mata mencari keuntungan material. 

Walaupun zaman terus berputar, pola jual-beli mengalami pergeseran. Tapi kondisi pasar tradisional tetap memperlihatkan keunikannya hingga saat ini. Hal yang tidak terjadi di pasar modern maupun di pasar online. 

Keunikan yang ada di pasar tradisional sebagian besar merupakan warisan dari masa lalu. Jika kita menginginkan generasi mendatang mengetahui bagaimana cara nenek-moyang kita berjual-beli di pasar, maka sebaiknya pasar tradisional di perkotaan yang tersisa dilindungi dan ditetapkan sebagai warisan budaya. (*)

Oleh Purnawan Basundoro: Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga dan Sekretaris Tim Ahli Cagar Budaya Kota Surabaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: