Mencermati Pesona Konser OST

Mencermati Pesona Konser OST

Orkestra yang membawakan OST (original soundtrack) di depan layar yang memutar film Beauty and The Beast. -Istimewa-

HARIAN DISWAY - Dalam sejarah perfilman di Tanah Air ada figur bernama Walter Spies (1895-1942). Seniman Jerman kelahiran Rusia ini bertandang ke Hindia Belanda tahun 1923. Setelah mampir Batavia, ia lalu ke Bandung. Di kota ini Spies bekerja sebagai pianis yang tugasnya mengiringi film bisu yang diputar di gedung bioskop.

Dengan piano yang terposisi di depan layar ia mengilustrasi gambar-sunyi dalam film, dengan bunyi-bunyian yang menghentak, dengan ketukan tuts melodius. Di situ Spies memainkan musik untuk film Charlie Chaplin, seperti The Immigrant, The Kid, dan lain-lain. 

Dengan musik Spies, film tak bersuara itu menjadi lebih hidup. Ada suasana yang semakin terbentuk. Ada adegan-adegan yang ditekankan, ada gambar-gambar hening yang terisi, sehingga atmosfer film berkelindan di layar. Selain itu – ini catatan rahasia - musik Spies berhasil menyembunyikan suara berisik proyektor film.

Dari Bandung Spies lalu melangkah ke Yogyakarta. Di kota ini ia beratraksi piano di ruang kasino. Ketika di Yogyakarta itu keluarga keraton Yogyakarta tersadar bahwa Spies adalah pengisi suara film bisu.
Musik orkestra yang memainkan OST (original soundtrack) film ET. -Istimewa-

Keraton berasumsi bahwa pemain piano untuk musik film pastilah akrab dengan musik orkestra. Bukankah di Barat musik ansambel atau musik orkestra biasa mengiringi film bisu? Maka diundanglah Spies ke Keraton Yogyakarta untuk melatih musik orkestra.

Kisah Spies ini mengantar sejarah, bahwa musik untuk film sudah dekat dengan publik Indonesia sejak perempat abad 20, dan diapresiasi dengan sepenuh hati. Film Terimalah Laguku (1952) garapan Djadug Djajakusuma memberi bukti.

Di situ diceritakan bahwa Sobari, si musisi miskin, menjadi cerah hidupnya ketika bertemu dengan Iskandar, pemain musik film bisu Si Tjonat. Di sini digambarkan betapa musik dan pemusik film (bisu) adalah “mahluk” penting.

Apresiasi amat tinggi atas musik film ini kembali diuarkan oleh Garin Nugroho pada abad ke-21. Pada Desember 2024 Garin menggelar konser sinema Samsara dan Setan Jawa di beberapa kota. Dua film garapannya diiringi konser langsung yang bermain di depan layar. Dalam Setan Jawa ia mengundang komposer ternama Rahayu Supanggah untuk menggarap musiknya. 

Teknologi perfilman terus maju. Era film bisu berakhir, dan film dengan suara hadir dalam Don Juan (1926) dengan fitur yang menampilkan musik dan efek suara. 

Film dan musik adalah dua komponen seni yang berjodoh. Namun dalam sekian kurun musik tetap dianggap cuma pendukung cerita dan adegan film. Sehingga musik hanya disebut sebagai “ilustrasi” dari serentang cerita sinema.

Waktu berjalan. Musik untuk film semakin menunjukkan peran, sampai akhirnya lahir  film score atau original soundtrack, yang disingkat OST. Ini adalah musik yang khusus digubah untuk film tertentu oleh komposer yang khusus ditunjuk untuk itu.

Komposisi yang direka tetap berpegang kepada konsep pembuatan film era lampau. Yakni untuk (semakin) menghidupkan gambar, mengiringi dan (semakin) menekankan emosi yang disampaikan oleh gambar, serta membangun atmosfer cerita. Juga menekankan momen-momen penting cerita, yang muaranya memperkuat narasi sinema. 

Bentuk OST ini bisa berupa musik instrumental yang dimainkan oleh musik tunggal (seperti piano Spies), bisa musik ansambel atau bahkan orkestra. Bisa juga dengan disertai nyanyian yang menghantarkan lirik, dengan konten yang berkonteks dengan cerita film.

Dalam proses kerjanya tentu komposer bertemu rancang terlebih dahulu dengan sutradara film dan tim produksi film. Atau, apabila komposer berinisiatif mencipta tanpa temu rancang pada awal, hasil gubahannya harus dikonfirmasi oleh sutradara dan tim produksi. Dengan begitu sinkronisasi musik dan film akan terjalin rapi.
Poster Beauty and The Beast in Concert di Jakarta. -Istimewa-

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: