Mencermati Pesona Konser OST

Mencermati Pesona Konser OST

Orkestra yang membawakan OST (original soundtrack) di depan layar yang memutar film Beauty and The Beast. -Istimewa-

Lalu komposisi musik itu diformat dalam rekaman, untuk kemudian diintegrasikan ke dalam film. Dengan begitu OST bukan lagi sekadar ilustrasi dari serentang sinema, tetapi merupakan terjemahan karya sinema dalam format musik. Maka, OST adalah film dalam bentuk suara.

Musik OST sudah lama bergema untuk menegaskan eksistensi film. Pada 1939 misalnya, film Gone with the Wind juga dibesarkan oleh OST- nya, Tara’s Theme gubahan Max Steiner. Tahun 1965 muncul lagi OST sangat mulia, yakni Laras’s Theme gubahan Maurice Jarre, yang menyertai film Doctor Zhivago. Kita tahu, Lara’s Theme kemudian digubah dalam lagu populer megah Somewhere My Love oleh Ray Conniff & The Singers, Connie Francis dan seterusnya.

Apresiasi besar khalayak mendorong musik OST itu mencari eksistensinya sendiri, atau “keluar” film. Sehingga OST pun hadir dalam bentuk konser di luar layar. Dalam pertunjukan ini, petikan film yang diputar di layar, justru menjadi latar belakang pertunjukan konser. Dan fungsinya (hanya) untuk mengingatkan, bahwa dari film itulah musik tergubah. 

Maka konser yang mengompilasikan berbagai OST pilihan acap digelar. Dalam pentas itu OST dari film Tenet, Harry Potter, Lord of The Rings, Jumanji, Magnificent Seven, How to Train Your Dragon, The Sting, misalnya, dibawakan susul menyusul, dengan diikuti layar lebar yang memutar potongan adegan film-film itu.

Namun, tidak sedikit konser yang membawakan OST khusus dari satu film saja, lantaran keseluruhan komposisi musik dalam film itu dianggap sudah merangkai adegan panjang. Dengan begitu OST yang dibawakan terjalin bersambungan.

Original soundtrack gubahan John Williams untuk film Star Wars, adalah contoh yang populer. Juga OST untuk film La La Land yang dikomposisi oleh Justin Hurwitz, dengan lirik yang ditulis Benj Pasek dan Justin Paul.

Bahkan OST One Piece, film animasi Jepang yang benderanya mendadak jadi ikon visual gerakan Gen Z untuk memberontak situasi sosial politik di berbagai negara pada akhir-akhir ini. Namun di antara jajaran OST spektakuler itu, yang paling menarik dan paling manis dikonserkan adalah yang diunduh dari film Beauty and The Beast. OST film legendaris produksi Hollywood 1991 ini ciptaan Hans Zimmer dan Alan Menken.

Itu sebabnya Ciputra Artpreneur, Jakarta, lantas mementaskan konser OST Beauty and The Beast pada 27 dan 28 September 2025 ini. Konser dimainkan oleh Bandung Philharmonic Orchestra, dengan didukung para musisi internasional yang amat “khatam” soal musik Beauty and The Beast.

Wisnu Dewanta, konduktor yang dipilih oleh Walt Disney Production, menyebut ada 60 pemusik yang terlibat dalam konser ini. Sehingga pementasan menjelma jadi pertunjukan yang anggun dan meriah. Sedangkan film yang menjadi latar konser khusus didatangkan dari Walt Disney Production, Amerika Serikat.  

Untuk menyempurnakan pertunjukan sesuai dengan standar Disney, Wisnu Dewantara dan segenap pemusik Bandung Philharmonic Orchestra berlatih selama berbulan-bulan. Wisnu mungkin mengingat sejarah musik untuk film, yang pada seabad lalu dirintis dengan serius oleh Walter Spies. Di Bandung pula tempatnya!

Atas konser OST yang sedang jadi fenomena dunia itu Nararya Ciputra Sastrawinata, Direktur Ciputra Artpreneur berkata, “Sangat tidak mudah merealisasi konser OST sekelas Disney. Diperlukan jaminan ketelitian, agar yang tergelar menjadi kesenian yang besar. Bahkan orkestranya juga dipilih secara selektif oleh Disney.” 

Pada bagian lain, Rina Ciputra Sastrawinata, Presiden Direktur Ciputra Artpreneur, bertutur. “Konser OST film menarik untuk diperkenalkan secara luas. Karena ini merupakan penggabungan unik dari semua unsur seni. Di sini seni visual yang berkait dengan sinematografi, seni pertunjukan yang berkait dengan akting, seni narasi yang berkait dengan sastra cerita, seni teknologis yang berhubungan dengan visual efek, berjumpa dengan kebesaran seni musik.” 

Konser OST Beauty and The Beast bukan sekadar pertunjukan, tapi peristiwa kebudayaan. (*)

*) Agus Dermawan T, penulis buku-buku budaya dan seni
Agus Dermawan T--

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: