Perjalanan Spiritual yang Menakjubkan (2-Habis): Pernak-pernik Umrah di Tanah Suci

Perjalanan Spiritual yang Menakjubkan (2-Habis): Pernak-pernik Umrah di Tanah Suci

Ilustrasi pernak-pernik umrah. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Tempat yang mulia tidak patut menjadi ekspresi kemarahan dan umpatan sebagai sifat yang sering ada pada manusia pada umumnya. Minimal selama menunaikan ibadah umrah dan atau haji, seseorang mampu mengendalikan sifat-sifat negatif tersebut. 

Bisa jadi, hal demikian adalah bagian dari ujian bagi tamu-tamu Allah yang datang memenuhi panggilan-Nya ke Tanah Suci (labbaikallahumma labbaik).

Tidak berarti seseorang yang sedang menunaikan ibadah umrah dan/atau haji telah menjadi orang yang seketika baik. Justru ada sebagian jamaah, bahkan dalam satu keluarga, kadang sering salah paham dan terjadi ketegangan di antara mereka karena sesuatu yang sepele. 

Akan tetapi, karena tidak dibarengi dengan sikap bijaksana dan saling memahami, yang terjadi adalah ketegangan, kemarahan, bahkan umpatan-umpatan negatif. Hal tersebut tentu mencederai kesucian niat umrah dan haji. 

Tetapi, faktanya, di antara pernak-pernik demikian, menurut pembimbing umrah (mutawif) sering dijumpai pada jamaah yang didampingi atau dibimbing. 

Oleh karena itu, apa pun keadaanya selama menunaikan ibadah umrah di Tanah Suci, perlu disikapi secara positif dan bijaksana, tidak perlu emosi atau bahkan mengumpat.

Pernak-pernik lainnya yang juga dijumpai saat berada di Tanah Suci (Makkah dan Madinah) adalah apabila telah masuk waktu salat. Toko-toko yang ada di area Masjidilharam di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah dan sekitarnya, apabila mendengar suara azan, berhenti sejenak untuk mengikuti salat jamaah terlebih dulu. 

Penjual atau pemilik toko mengatakan kepada konsumen atau pembeli bahwa transaksi jual beli akan dilanjutkan setelah selesai salat jamaah. Itu mungkin kebiasaan yang berbeda dengan yang kita jumpai selama ini, mungkin dalam benak pembeli mengatakan bahwa pemilik toko atau penjual tersebut seakan-akan tidak butuh uang. 

Namun, demikianlah keadaanya kebiasan yang dijumpai di Tanah Suci. Jadi, pembeli juga perlu sabar untuk menunggu sampai pemilik toko selesai salat berjamaah. Yang lokasinya agak jauh dari masjid, mereka salat langsung di pelataran toko dengan menggelar sajadah.

Pernak-pernik lainnya adalah kemudahan dalam memperoleh air zamzam. Air itu sangat istimewa. Air yang diberkahi. Air yang tidak pernah habis sepanjang zaman sekalipun setiap saat dinikmati jutaan manusia sejak zaman Nabi Ibrahim dan Ismail. 

Sumur zamzam yang menjadi sumber mata air merupakan napak tilas dari Siti Hajar ketika Ismail kecil memerlukan air untuk minum. Singkat cerita, setelah Siti Hajar mencari ke sana kemari tidak mendapatkan air, atas izin dan pertolongan Allah, akhirnya dengan entakan kaki Ismail, muncullah sumber mata air yang sampai saat ini dikenal dengan sumur zamzam.

Bagi jamaah umrah dan haji, bisa menikmati segarnya air zamzam menjadi kebahagiaan tersendiri. Memperolehnya sangat mudah karena tersedia secara maksimal di dalam Masjidilharam dan area pelataran pada titik lokasi dalam jumlah banyak. 

Demikian pula di dalam Masjid Nabawi dan area pelatarannya, bahkan di Masjidilharam para jamaah dengan leluasa memperolehnya. Baik diminum di tempat maupun dibawa pulang karena banyak jamaah yang membawa tempat minum (botol dan sejenisnya) untuk diisi air zamzam. 

Harga air zamzam yang dijumpai di Indonesia umumnya lebih mahal daripada air mineral lainnya. Walakin, jamaah umrah dan haji memperolehnya gratis dalam jumlah banyak. 

Napak tilas Siti Hajar dengan susah payahnya memperoleh sumber mata air itu akhirnya menjadi rangkaian ibadah umrah dan haji yang dikenal dengan sebutan sa’i. Yaitu, berlari-lari kecil dari bukit Safa ke Marwah. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: