Pengenalan Toleransi Beragama, Warga Suku Tengger Berdialog dengan Mahasiswa PMM Untag Surabaya

Pengenalan Toleransi Beragama, Warga Suku Tengger Berdialog dengan Mahasiswa PMM Untag Surabaya

Mahasiswa PMM Untag Surabaya dan civitas academica Untag Surabaya berfoto bersama di depan Balai Desa Ngadisari.-Doan Widhiandono-Untag Surabaya-

Komunikasi lintas budaya memang menjadi salah satu fondasi dan perekat persatuan bangsa Indonesia. Itulah yang mendasari pelaksanaan program Kebinekaan Modul Nusantara di Desa Ngadisari, Probolinggo, 21-22 Desember 2023. Peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya berdialog dengan pemangku adat dan aparat desa setempat.

’’HONG ulun basuki langgeng.” Kalimat itu meluncur dari bibir Kepala Desa Ngadisari Sunaryono ketika menyambut civitas academica Untag Surabaya di Balai Desa Ngadisari, 21 Desember 2023.

Salam itu langsung dijawab seluruh hadirin, termasuk mahasiswa dan dosen Untag Surabaya yang berkunjung. ’’Langgeng basuki,’’ jawab mereka.

Salam tersebut memang menjadi salah satu penanda bahwa mahasiswa itu tengah mempelajari agama dan kebudayaan yang ada di Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, tersebut. Dan salam itu bukan satu-satunya hal baru yang mereka dapatkan pada hari itu.

Di awal pertemuan, para mahasiswa tersebut disuguhi Tari Nyadran yang dibawakan oleh pemudi desa. Itulah tari yang dipakai untuk menyambut tamu. Khas Suku Tengger.

Ya, kegiatan Modul Nusantara itu membawa peserta untuk meresapi kehidupan masyarakat Suku Tengger, yang menghuni kawasan Bromo-Tengger-Semeru. Itulah sebuah perjalanan yang mempersembahkan kekayaan budaya dan kearifan lokal yang melekat pada suku tersebut. Terutama dalam aspek agama.

Suku Tengger, meskipun menjadi minoritas di tengah suku Jawa, dengan teguh mempertahankan tradisi mereka. Ritual-ritual khas, seperti upacara kasada dan tradisi pernikahan, menjadi bagian integral dari kehidupan sehari-hari mereka. Kebersamaan dan kearifan lokal Suku Tengger mewarnai Modul Nusantara tersebut. Membawa peserta lebih dekat dengan kekayaan budaya Indonesia.

Dalam diskusi di balai desa itu, Sunaryono memaparkan kehidupan dan kebudayaan suku Tengger yang unik. Ia mengajak mahasiswa berdialog tentang ragam kepercayaan dan tata cara ritual Hindu Tengger yang dipraktikkan dengan penuh kekhusyukan. ’’Meski minoritas, Suku Tengger mempertahankan keberlanjutan tradisi mereka dengan penuh keyakinan,’’ ucap Sunaryono.

’’Setelah mengenal pemuka agama Hindu Tengger, kami mendapat wawasan baru tentang keragaman agama di Indonesia. Pemuka agama tidak hanya berperan sebagai pemimpin rohani, tetapi juga sebagai penjaga dan pembawa tradisi keagamaan yang khas,’’ kata Reni Gustira, mahasiswa Universitas Lampung yang mengikuti acara tersebut.

Kegiatan di Ngadisari itu adalah rangkaian panjang pelaksanaan PMM Untag Surabaya. Selama satu semester, para mahasiswa diajak mengikuti belasan program dengan tema kebinekaan, inspirasi dan refleksi. Program-program tersebut dirancang oleh dua dosen Modul Nusantara. Yakni, Doan Widhiandono S.Sos., M.I.Kom dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik; dan Indah Nurpriyanti S.Pd., M.Sc dari Fakultas Teknik.

’’Semua program dirancang agar sesuai dengan spirit Untag Surabaya. Misalnya tentang patriotisme, kebangsaan, dan kebinekaan,’’ ucap Koordinator PMM Untag Surabaya Wiwin Widiasih S.T., M.T.

Di akhir kegiatan itu, mahasiswa juga diajak untuk menengok keindahan alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Lewat kunjungan itu, mahasiswa bisa melihat kehidupan warga Tengger yang harmonis dengan alam di sekitarnya. (Ali Achmad Sholeh-Mahasiswa FISIP Untag Surabaya)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: