Kiai dan Akademisi dalam Pengawalan Pilpres 2024

Kiai dan Akademisi dalam Pengawalan Pilpres 2024

Ilustrasi kiai dan akademisi di Pilpres 2024.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Akademisi yang berstatus aparatur sipil negara (ASN) tidak diperkenankan dukung-mendukung paslon, apalagi menggerakkan massa. 

Sebaliknya, kiai memiliki keleluasaan untuk dukung-mendukung paslon dengan tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan walaupun ada yang berpandangan itu akan membuat kiai menjadi sektarian dan umat menjadi berserakan. 

Dalam konteks perpolitikan di Indonesia, dua elemen masyarakat itu memiliki posisi penting dan strategis dalam mengawal dan menegakkan demokrasi sebagai bentuk tanggung jawab moral untuk melangsungkan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam faktanya, pengawalan politik kiai kepada capres-cawapres pada Pilpres 2024 yang tersebar pada paslon 01,02, dan 03 sampai saat ini berlangsung dalam situasi dan kondisi yang kondusif. 

Keadaan itu pun diyakini akan tetap kondusif bahkan sampai pemilu selesai. Sebab, politik kiai itu mengayomi, merangkul, dan menghormati, walaupun mereka berada di belakang paslon yang berbeda-beda. 

Antarkiai pun tidak terjadi nuansa persaingan walaupun paslon yang didukung berbeda. Hal tersebut bisa dilihat di balik capres-cawapres nomor urut 1 (Anies-Muhaimin), nomor urut 2 (Prabowo-Gibran), dan nomor urut 3 (Ganjar-Mahfud) terdapat kiai besar dan pesantren berpengaruh yang mendukung mereka.

Hal tersebut menunjukkan bahwa keterlibatan kiai dalam perpolitikan membawa dampak positif karena kerukunan umat tetap terjaga dengan baik sekalipun pilihan politiknya berbeda. 

Hal itu juga berkat keteladanan politik kiai yang ditunjukkan kepada publik. ”Kesaktian” kiai akan diuji oleh publik terkait siapa capres-cawapres yang didukung akan menang pada Pilpres 2024. 

Di sanalah ”kesaktian” kiai dan pesantren akan diuji oleh publik. Akan tetapi, dalam perbincangan di komunitas kiai dan pesantren, siapa pun capres-cawapres yang menang dalam Pilpres 2024, yang menang adalah para kiai dan bangsa Indonesia.

Di sisi lain, selain kiai, keterlibatan para akademisi memberikan penguatan moral dalam mengawal tegaknya demokrasi. 

Hadirnya kalangan akademisi dalam perpolitikan (bukan untuk dukung-mendukung) memberikan warna positif dalam memberikan pencerahan etis terkait dinamika perpolitikan di Indonesia yang sedang berlangsung. 

Walhasil, suara dari insan akademik dan kampus ini menjadi kekuatan moral dalam menegakkan demokrasi di Indonesia.

Kekuatan moral untuk menegakkan demokrasi di Indonesia dengan role model kiai dan akademisi sebagai figur utama dalam mengawal Pilpres 2024 sangat penting. 

Sebab, itu akan memberikan warna tersendiri bagi para politikus, partai politik, penyelenggara negara, penyelenggara pemilu, dan lain sebagainya menjadi lebih baik dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, khususnya dalam momentum pemilu.

Meski demikian, tanggung jawab moral dalam mengawal demokrasi di Indonesia tidak hanya bertumpu pada kiai dan akademisi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: