Korupsi sebagai Problem Budaya

Korupsi sebagai Problem Budaya

Ilustrasi korupsi.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Buku tersebut mengeklaim bahwa selama Barack Obama menjadi presiden telah terjadi puluhan kali tindak pidana korupsi di Amerika Serikat (AS) yang dilakukan para penghindar pajak, kroni-kroni Wall Street, penjahat kecil, penguasa daerah kumuh, dan pelaku bisnis. 

Korupsi di AS secara umum tidak sebanyak yang terjadi di Indonesia, tetapi Malkin berani menulis bahwa korupsi telah menjadi budaya pada era Obama. 

Budaya, oleh para ahli kebudayaan, diartikan sebagai kebiasaan yang terbentuk dalam waktu lama dan ditularkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya korupsi dalam dunia birokrasi Indonesia juga demikian, terbentuk dalam waktu yang sangat lama dan ditularkan dari satu periode ke periode berikutnya. 

BACA JUGA: Flexing dan Dugaan Korupsi

Sejarawan Onghokham dalam tulisan lama yang dimuat di Prisma (3) 1986, Korupsi dan Pengawasan dalam Perspekti Sejarah, menyebutkan bahwa pada masa kerajaan-kerajaan lama tidak ada perbedaan antara kekayaan pribadi dan kekayaan milik kerajaan atau negara. 

Akibat tidak jelasnya kepemilikan harta kerajaan, pemakaiannya juga menjadi tidak jelas, mana yang digunakan untuk kepentingan pribdai, mana yang benar-benar untuk kepentingan publik. 

Hal itu diperparah dengan posisi jabatan pada kerajaan tradisional yang tidak pernah bisa dikontrol sepenuhnya oleh pejabat di atasnya. 

BACA JUGA: Tukin Cegah Korupsi Malah Dikorup

Soemarsaid Moertono, seorang ahli birokrasi tradisional, dalam bukunya, State and State-craft in Old Java (1968), mengemukakan bahwa setiap jabatan pada kerajaan tradisional di Jawa masa lampau adalah otonom. 

Secara finansial maupun tugas tidak ada koordinasi dengan siapa pun. 

Jabatan yang tidak memiliki kontrol memiliki potensi besar untuk diselewengkan. Apalagi, dalam kerajaan tradisional di Jawa, pejabat tidak menerima sumber keuangan baik untuk pembiayaan hidupnya maupun bagi jabatannya. 

Artinya, ia harus mencari sendiri dari masyarakat. Sayangnya, ketika Indonesia merdeka dan birokrasi sudah tertata dengan baik dengan model birokrasi modern, perilaku korup para pejabat tidak serta-merta hilang. 

BACA JUGA: Tersangka Korupsi Malah Dibela Warga

Hasil penelitian Vishnu Juwono untuk disertasinya yang diujikan di London School of Economics and Political Science membuktikan bahwa sepanjang 1945 hingga 2014, tindak kejahatan korupsi terus berjalan tiada henti. 

Gerakan reformasi pada tahun 1998 yang mengangkat isu antikorupsi, kolusi, dan nepotisme ternyata hanya berhasil menggulingkan Presiden Soeharto tanpa bisa menghentikan akar permasalahan yang sebenarnya, yaitu korupsi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: