Khasanah Ramadan (6): Parsel, Hadiah atau Sedekah?

Khasanah Ramadan (6): Parsel, Hadiah atau Sedekah?

Salah satu khasanah Ramadan itu adalah parsel. Bingkisan Lebaran yang diberikan untuk empat anak yatim dari Rumah Yatim Pekanbaru ini membuat mereka tersenyum saat merayakan Idulfitri. --

Kawan dan anggota keluarga, kerabat dan sanak saudara mana yang pantas diberi hadiah, dan yang mana yang menerima sedekah. Penentuannya ada di niat agar kepahalaannya tercatat sesuai temanya. 

Alias jangan salah tindak dari niat yang dianggitkan. Ini pihak yang berhak menerima sedekah janganlah parselnya diperuntukkan bagi yang diberi “doa” hadiah, begitu pula sebaliknya.

BACA JUGA: 7 Makanan Indonesia Ini selalu Muncul sebagai Kuliner Khas ketika Ramadan Tiba, Apa Saja? 

Jangan yang niatnya sedekah tetapi diserahkan yang diniatkan hadiah. Nanti saya khawatir amalannya dianggap tidak berkeabsahan alias cacat niat dan tindakan. Setiap tindakan yang salah niat atau yang salah niat meski benar tindakannya, akan menjadi temuan “inspektorat ruhani”.

Hal ini membawa ingatan pada cara kelola hadiah dan sedekah yang bersentuhan dengan salah satu contoh yang diterapkan untuk Rasulullah dan keluarganya. Nabi Muhammad SAW dan keluarga tidak akan merima sedekah tetapi dapat menerima hadiah.
Banyak ragam bingkisan Lebaran dengan aneka isian yang ditata dengan cantik seperti Semarak Hantaran dari Four Points by Sheraton Surabaya Tunjungan Plaza ini. --Four Points by Sheraton Surabaya

Abu Hurairah RA, pernah meriwayatkan: “Kaana Rasulullah SAW idza utiya bitha-amin sala anhu: ahadiyatun am shadaqatun?”. Ini mendandakan bahwa “Rasulullah SAW ketika diberikan makanan akan selalu bertanya: apakah ini hadiah ataukah ini sedekah?”. 

Simaklah: “Fa-in qila shadaqatun, qala li-ashabihi: kuluu wa lam ya’kul. Wa in qila hadiyyatun dharaba biyadihi SAW fa-akala ma’ahum.” Bahwa apabila makanan itu dikatakan sedekah, maka Nabi akan memerintahkan sahabatnya untuk memakan bagi yang belum makan. Tapi apabila makanan itu dijawab sebagai hadiah, maka Nabi menerimanya dan memakannya secara bersama-sama.” 

Di Indonesia akan menjadi serius lagi kalau parsel dikaitkan dengan urusan gratifikasi maupun suap-menyuap, sogok-menyogok. Saya tidak memasuki areal itu. Biarlah menjadi perhatian siapa pun yang tertarik membahasanya. 

Saya memaknai saja suatu realitas betapa Ramadan ini menyuguhkan sajian parsel sebagai khasanah Ramadan yang menjadi daya ungkit kekuatan ekonomi, spiritual dan jalinan paseduluran umat.

BACA JUGA: Khasanah Ramadan (4): Memondokkan Diri

Parsel pun menjelma menjadi terminologi yang tampak dirindu meski terkadang tak kunjung tiba. Ya parsel memanglah seirisan imaji.

Parsel hadir seperti buah yang  dinanti matangnya sebagai produk rahmat dan ampunan. Semua pemuasa merasa bahwa parsel itu “kado” rutin tahunan yang sudah menjadi “harapan” yang dilamunkan. 

Para empunya dan pengusaha acapkali ”adu pesona” untuk saling memberikan yang terbaik dengan kinerja tetap tinggi walaupun sedang berpuasa.

Dengan  “jampi-jampi parsel termasuk yang berwujud THR yang ditakdirkan” itulah, Ramadan senantiasa menjadi lahan berbagi “atas jerih produktivitasnya” sang pemberi. Parsel merupakan media menuangkan semangat ”harta milik bersama” yang diakumulasi dari tetesan keringat setahun sudah. (*)

Oleh: Suparto Wijoyo, Wakil Direktur III Sekolah Pascasarjana Unair dan Ketua Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup-SDA MUI Jatim

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: