Sulitnya UMKM Tembus Pasar Ekspor: Salah Resep Dapur atau Salah Toko?

Sulitnya UMKM Tembus Pasar Ekspor: Salah Resep Dapur atau Salah Toko?

ILUSTRASI Sulitnya UMKM Tembus Pasar Ekspor: Salah Resep Dapur atau Salah Toko?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Ekspektasi pemerintah terhadap peran UMKM sebagai salah satu cash cow kian meningkat lantaran sektor migas yang masih menjadi primadona penerimaan dalam neraca dagang rentan fluktuatif. 

BACA JUGA: Rangking UMKM Indonesia 75 dari 132 Negara, Pelaku Usaha Indonesia Dinilai Minim Inovasi

SALAH RESEP DAPUR?

Kalau ditelisik lebih dalam lagi, pada 2021 pemerintah telah meluncurkan platform online single submission risk-based approach (OSS RBA). Situs aplikatif itu digunakan sebagai media pendaftaran perizinan usaha di Indonesia bagi pelaku usaha. 

Hingga 2022, jumlah UMKM yang sudah mendaftarkan bisnisnya di platform OSS mencapai 8,71 juta unit dari total keseluruhan 121,7 juta UMKM. Kementerian Koperasi dan UMKM juga akan menargetkan setidaknya ada 10 juta unit UMKM yang teregistrasi dalam sistem OSS di akhir tahun 2023. 

Data itu akan terus mengalami pembaruan seiring dengan kenaikan jumlah UMKM yang mendaftar di OSS. 

Hal lain yang menggembirakan adalah tingkat penyerapan tenaga kerja di sektor itu. Adapun daya serap tenaga kerja UMKM tersebut sekitar 117 juta pekerja (97 persen), lebih tinggi bila dibandingkan dengan negara lain seperti Thailand 85,5 persen, Korea Selatan 83,1 persen, Jerman 79 persen, Singapura 71,4 persen, Pakistan 70 persen, Jepang 70 persen, Malaysia 66,2 persen.

Sayang, tingginya angka serapan pekerja di sektor itu belum diimbangi dengan penguatan pada aspek research & development (R&D) untuk meramu inovasi dan diversifikasi produk UMKM jika dibandingkan dengan negara lain tersebut di atas. 

Hal itu selaras dengan angka indeks Indonesia menurut GII di atas yang menempatkan posisi RI di urutan ke-75. Sebuah produk akan mampu memenangkan persaingan di ceruk pasar yang sama jika memiliki keunggulan pada aspek biaya murah, diferensiasi produk, dan fokus ke satu produk (Michael Porter, Competitive Advantage, 1985). 

Bukannya menciptakan low-cost product, para pelaku industri UMKM masih kerap kali mengeluhkan tingginya ongkos birokrasi dalam hal pengurusan perizinan. 

Hadirnya negara dalam penyediaan fasilitas penunjang seperti kredit ekspor, insentif pajak ekspor, dan asuransi pengapalan yang relatif terjangkau sangat diharapkan pelaku UMKM yang hendak berekspansi ke pasar luar negeri. 

Terlebih, pasar ekspor luar negeri, terutama Eropa dan AS, memiliki karakteristik yang capital intensive product, sentuhan teknologi tinggi, dan standardisasi yang berbeda dengan pasar Asia pada umumnya.

 

IDENTIFIKASI PASAR EKSPOR

Potensi nilai ekspor komoditas andalan produk UMKM Indonesia sangat menjanjikan kendati belum optimal mengisi ceruk pasar luar negeri. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: