Sulitnya UMKM Tembus Pasar Ekspor: Salah Resep Dapur atau Salah Toko?

Sulitnya UMKM Tembus Pasar Ekspor: Salah Resep Dapur atau Salah Toko?

ILUSTRASI Sulitnya UMKM Tembus Pasar Ekspor: Salah Resep Dapur atau Salah Toko?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

DALAM suatu kesempatan acara microfinance outlook salah satu bank pelat merah awal Maret 2024, Menkeu Sri Mulyani membeberkan data dan fakta bahwa kontribusi sektor UMKM terhadap produk domestik bruto (PDB) begitu sangat besar. 

Dengan persentase sebesar 61 persen yang bernilai Rp 8.500 triliun setiap tahun, UMKM Indonesia jauh melampaui jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya (Annual ASEAN investment Report 2022). 

Ironisnya, mengapa UMKM kita justru mengalami kesulitan untuk menembus pangsa pasar ekspor? Bahkan, berdasar hasil survei Global Innovation Index (GII), UMKM Indonesia menempati urutan ke-75 dari 132 negara. 

BACA JUGA: Elnusa Petrofin Juarai Pengembangan UMKM Terbaik di Anugerah BUMN 2024

Padahal, pemerintah telah menegaskan bahwa upaya secara maksimal dalam memberikan akses dengan menggelontorkan pembiayaan melalui micro-financing kepada pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah tak pernah berhenti. 

Kita tengok ke belakang, kondisi UMKM lokal sempat menurun pada dua tahun pertama pandemi Covid-19, yakni 2020-2021. 

Berdasar survei dari UNDP dan LPEM UI yang melibatkan 1.180 responden para pelaku UMKM, diperoleh hasil bahwa pada masa itu lebih dari 48% UMKM mengalami masalah bahan baku, 77% pendapatannya menurun, 88% UMKM mengalami penurunan permintaan produk, dan bahkan 97% UMKM mengalami penurunan nilai aset. 

BACA JUGA: Bantu UMKM di Pasar Murah Ramadan, Warga Diminta Beli Takjil Dulu sebelum Tebus Sembako

Kebijakan strategis yang diterapkan pemerintah, antara lain, ialah program pemulihan ekonomi nasional (PEN), implementasi UU Cipta Kerja dan aturan turunannya, serta program bangga buatan Indonesia (BBI). 

Program PEN sendiri mencakup program dukungan UMKM, antara lain,  di bidang pembiayaan KUR pada masa pandemi, bantuan produktif usaha mikro (BPUM), subsidi bunga/margin non-KUR, dan penempatan dana/penempatan uang negara. 

Lalu, penjaminan kredit UMKM, pembiayaan investasi kepada koperasi melalui LPDB KUMKM, pajak penghasilan final (PPh) UMKM ditanggung pemerintah, serta bantuan tunai pedagang kaki lima, warung, dan nelayan (BTPKLWN).

BACA JUGA: KPPU Tekankan Pentingnya Peran Penyuluh Kemitraan UMKM dalam Pengawasan Kemitraan

Dari 121,7 juta UMKM, imbuh Bu Menkeu, tercatat 40 juta UMKM mendapat akses kredit usaha rakyat (KUR), 20 juta UMKM melalui bank perkreditan rakyat (BPR), 35 juta UMKM melalui lembaga keuangan khusus, termasuk 7,6 juta UMKM melalui BLU (Disway, 8 Maret 2024). 

Meski demikian, Bu Sri Mulyani dengan jujur mengakui dan mengkritisi bahwa porsi pembiayaan perbankan masih rendah, yakni mencapai 20 persen. Relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan banyak negara lainnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: