Toleransi Antaragama di Bulan Ramadan (3-Habis): War Takjil Bukti Keharmonisan Umat Beragama

Toleransi Antaragama di Bulan Ramadan (3-Habis): War Takjil Bukti Keharmonisan Umat Beragama

Angela membeli takjil gorengan di Bazar Ramadhan Masjid Baiturrozaq Citraland Surabaya, Selasa 19 Maret 2024.-Moch Sahirol Layeli-

HARIAN DISWAY - Takjil memang selalu dinanti-nanti manakala memasuki bulan Ramadan. Tak mengherankan jika umat Islam saling berlomba atau berburu Takjil sambil menunggu waktu berbuka. Umat nonislam (nonis) pun tak mau ketinggalan. Mereka ikut merayakan dan seru-seruan memburu Takjil. Fenomena itu kemudian dikenal dengan istilah War Takjil dan viral di dunia maya.

Menariknya, umat nonislam justru lebih antusias berburu takjil daripada umat islam yang berpuasa. Bagaimana tidak? Mereka sudah standby di pasar takjil sejak pukul 15.00 WIB, ketika para penjual baru saja menggelar dagangannya. Alhasil, tak jarang umat islam yang biasanya membeli takjil pada jam 5 sore menjadi tidak kebagian karena habis.

Alih-alih marah, umat islam justru menanggapinya dengan guyonan.  "Gara-gara nonis (nonislam, Red) ikut berburu takjil jam 5 sore, gorengan sudah pada abis. Disisain bakwan gundul doang. Udah nggak ada tepung kriuknya," celetuk salah seorang warganet di media sosial Instagram. 

"Kita akan curi start kalian lagi lemes-lemesnya jam 3 sore," timpal warganet nonis.

BACA JUGA:Toleransi Antaragama di Bulan Ramadan (2): Tren War Takjil Bikin Pedagang Semringah

BACA JUGA:Ramadan Seru! Fenomena War Takjil Viral, Dibalas Borong Telur Paskah

Semua itu dituliskan atau diucapkan dengan nada riang gembira. Tidak ada yang benar-benar marah karena kehabisan takjil. Toh takjil bukanlah hidangan utama saat berbuka puasa. "Siapa ya yang pertama bikin narasi war takjil? Terima kasih sudah mempersatukan kembali dan memupuk lagi toleransi yang sempat terpecah oleh politik," puji warganet. 

"Suasana Ramadan sesungguhnya. Bersaing positif dan tidak menjelekkan keyakinan agama lain," tulis warganet lain yang merasa bangga dengan adanya tren War Takjil.

Pakar sejarah Universitas Airlangga Sarkawi B Husein tertarik dengan War Takjil yang ramai belakangan ini. Menurutnya, ini fenomena yang positif dan menyegarkan. Tak hanya itu, War Takjil juga sekaligus menggambarkan keharmonisan relasi lintasagama yang sudah terjalin baik di Indonesia sejak lama. 

Jika dirunut dari sisi sejarah, berburu atau menjual takjil memang bukan fenomena yang baru. "Dalam banyak sumber, tradisi takjil mulai terjadi sekitar tahun 1950-an yang dipelopori oleh orang-orang Muhammadiyah di Masjid Kauman Yogyakarta," jelasnya. 


Suasana ramai pengunjung padati penjual takjil di G Walk Citraland Surabaya, Selasa 19 Maret 2024.-Moch Sahirol Layeli-

Sejak saat itu, takjil terus dilestarikan hingga akhirnya populer di kalangan masyarakat Indonesia.

Sarkawi menambahkan jika setiap daerah sejatinya memiliki tradisi takjil yang berbeda-beda. Contohnya di Sulawesi Selatan yang merupakan kampung halamannya. Ia menceritakan takjil tidak dijual di pinggir jalan seperti yang terjadi di Jawa. "Saya pas kecil diminta mengantarkan takjilnya ke rumah tangga. Sebaliknya, tetangga juga mengantarkan takjil ke rumah saya. Jadi timbal balik gitu," kata alumnus Universitas Airlangga itu.

BACA JUGA:5 Tips Ide Jualan Minuman Takjil Ramadan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: