Khasanah Ramadan (14): War Takjil Pemersatu

Khasanah Ramadan (14): War Takjil Pemersatu

BERBURU TAKJIL: Gempita spiritnya masyarakat mendapatkan makanan buat takjil guna membatalkan puasa telah menumbuhkan pasar Ramadan di mana-mana. Pasar itu dikunjungi yang muslim atau nonmuslim yang menikmati aneka ragamnya takjil. Fenomena ini menunjukka--

SURABAYA, HARIAN DISWAY - GEMPA yang nyerempet metropolitan Surabaya pada 22 Maret 2024 sangat mengagetkan. Kami yang berada di kampus dan mereka yang berkerumun di mal-mal serta rumah-rumah perkampungan, langsung semburat.

Sampai saat ini peristiwa ini masih menjadi bincangan dan negara bersama warganya terpanggil membantu para korban. Liputan pemberitaan masih berlangsung.

Di sisi lain ada “gempa sosial” yang mengasyikkan. Guncangannya semakin membuat lengketnya perbedaan menjadi selubung ketunggalan bermasyarakat. 

Ramadan 1445 H ini menyajikan fenomena baru. Muncul pergerakan yang menggambarkan keunikan. Melibatkan ragam kalangan.

Muda-tua, pria-wanita, anak-anak maupun remaja, demuanya tumplek-blek memenuhi semua sisi perkotaan sampai perdesaan. Muslim-nonmuslim saling mendekat di arena yang sebelumnya tidak mencuat ke permukaan.

Jelang waktu matahari lingsir menjemput Maghrib, orang-orang pada keluar memenuhi jalanan, meramaikan sudut-sudut penjualan takjil.

Warna kulitnya tidak homogen dan latar budayanya tampak hiterogen. Sisi religiusitasnya pun nonmuslim. Atribut imannya tidak menjadi bincangan. Semua lebur dalam satu kebutuhan tunggal menikmati nuansa Ramadan. 

BACA JUGA: 5 Masjid Bersejarah di Jawa Timur

Kehadiran warga kota yang bergerombol itu terasa mulek koyok susur alias padat berhimpitan di antara lapak-lapak dagangan makanan takjilan.

Tetangga dan kolega sangat bersyukur atas situasi Ramadan ini. Camilan sore hari dan kebutuhan makan malam hari telah cumepak telah tersedia di titik-titik teritorial perkampungan. 

Saudara-saudara nonmuslim justru sangat antusias. Termasuk mengundang buka bersama. Kawula Hawa dan emak-emak merasa diuntungkan atas penjualan produksi takjilan karena lebih ringan tugasnya, tidak perlu masak dan belepotan menjalankan tugas di dapur.

Mereka tinggal keluar gang dan pergi ke lorong kampung, acap kali ketemu pusat-pusat jajanan takjilan. Mereka serentak melingkar ke dagangan takjilan dalam kerangka konstruksi sosial yang kini diramaikan dengan sebutan war takjil


FENOMENA: Senyum ceria para penyerbu takjil di pasar Ramadan yang justru bukanlah mereka yang berpuasa melainkan nonmuslim yang turut meramaikan suasana khas saat bulan Ramadan datang. --

Gempita spiritnya mendapatkan makanan buat takjil guna membatalkan puasa bagi muslim atau untuk mengobati rasa lapar bagi kawan saya yang nonmuslim bahkan menyatakan sebagai tombo iler.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: