Pemimpin Perempuan di Indonesia: Tantangan dan Terobosan dalam Menghadapi Realitas yang Terbatas

Pemimpin Perempuan di Indonesia: Tantangan dan Terobosan dalam Menghadapi Realitas yang Terbatas

ILUSTRASI pemimpin perempuan di Indonesia. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Perfeksionisme kadang dirasakan perempuan dapat menghambat kemampuan mereka mengambil risiko dan mengambil keputusan. 

Selain itu, kurangnya dukungan dari keluarga maupun lingkungan sosial dapat membuat perempuan merasa tidak berada dalam posisi untuk membangun ikatan yang berharga.

Tak hanya itu, perempuan pemimpin sering menghadapi perasaan takut ditolak, diabaikan, atau meragukan bagaimana orang lain akan menerima ide-ide mereka. Akibatnya, mereka mungkin enggan mengungkapkan perasaan dan pendapat mereka yang sebenarnya. 

BACA JUGA: Sejarah dan Makna Perayaan Hari Perempuan Internasional 8 Maret

Unconscious bias atau bias yang tidak disadari juga memengaruhi cara masyarakat memandang dan mengevaluasi pemimpin perempuan, sering kali mengarah pada peluang dan perlakuan yang tidak setara. 

Stereotip gender juga sering menempatkan pemimpin perempuan dalam situasi double-bind. Yakni, mereka dinilai terlalu keras atau terlalu lembut, kompeten atau disukai, tetapi tidak keduanya. 

Glass ceiling, yang menghalangi perempuan untuk menduduki peran C-suite roles seperti CEO, CFO, dan COO, juga merupakan hambatan yang nyata.

BACA JUGA: Perempuan Cemburu, Eksekusi Mati

Selain tantangan-tantangan tersebut, pemimpin perempuan di Indonesia menghadapi berbagai tantangan budaya seperti nilai-nilai patriarki yang kuat yang menempatkan laki-laki dalam posisi dominan. 

Ada pandangan bahwa perempuan lebih rendah daripada laki-laki (Rosenfield, 2012). Faktor internal seperti kekuatan kepemimpinan perempuan, yang terletak pada seni mengolah rasa, sering kali membuat perempuan merasa bersalah karena meninggalkan keluarga atau memiliki peran ganda sebagai ibu rumah tangga dan pencari nafkah. 

Faktor keluarga turut memengaruhi, seperti yang diungkapkan oleh Sunaryo et al. (2019), adalah pemimpin perempuan merasa penting untuk mendapatkan izin sang suami ketika mengembangkan karier. Tanpa izin suami, kesuksesan karier tidak ada artinya.

BACA JUGA: Perempuan Tionghoa Ingin Indonesia Maju Bersama Prabowo-Gibran

TEROBOSAN MENGHADAPI REALITAS YANG TERBATAS

Dari berbagai tantangan tersebut, diperlukan terobosan, baik dari pemimpin perempuan itu sendiri, keluarga, lingkungan sosial, organisasi, maupun pemerintah. 

Terobosan internal yang diperlukan ialah membangun dan mengembangkan jaringan yang mendukung hubungan dengan pemimpin dan aliansi perempuan lainnya yang dapat memberikan bimbingan, sponsor, dan dukungan. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: