Surabaya Menuju Ekonomi Hijau

Surabaya Menuju Ekonomi Hijau

ILUSTRASI Surabaya menuju ekonomi hijau.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Profil investasi PMA non-UMK di Surabaya pada 2023 didominasi transportasi dan telekomunikasi yang mencapai 44 persen. Realisasi 2023, PMA dari Singapura sebanyak 186 proyek. 

Untuk  PMDN non-UMK, yang terbesar adalah untuk perumahan dan perkantoran dengan nilai investasi mencapai Rp 5,3 triliun. Perlu dicatat bahwa jumlah investasi PMDN kategori UMK jauh lebih besar. 

Tentu saja kita menyambut baik kinerja investasi yang telah dicapai dalam menarik investasi di Surabaya dengan total realisasi investasi mencapai Rp 37,5 7 triliun. Harapannya adalah investasi tersebut mampu meningkatkan ekonomi Surabaya. Masyarakat  berharap agar investasi yang makin tinggi di Surabaya itu mampu memperluas kesempatan kerja.

BACA JUGA: Meratus Surabaya Ajak Anak Panti Bukber dan Berbagi Semangat Kebahagiaan

PERLU BERUBAH

Yang pasti, perkembangan ekonomi ke depan bakal berubah. Karena itu, strategi investasi yang dimiliki Kota Surabaya juga harus berubah. Selama  ini kebijakan investasi Surabaya belum mengarah kepada investasi hijau (green investment), yaitu investasi pada sektor-sektor yang mendukung tercapainya pengurangan emisi karbon (net zero emission/NZE). 

Transisi ekonomi hijau memerlukan investasi, inovasi, dan teknologi yang mendukungnya. Oportunitasnya, ekonomi hijau akan menjadi katalis untuk kondisi bisnis yang maju dan menguntungkan. Pendek kata, menjadi hijau berarti juga ekonomi yang berkelanjutan (greener and sustainable).

Contohnya terkait dengan investasi di bidang transportasi. Sampai saat ini belum ada inisiatif yang dilakukan pemerintah maupun swasta untuk mendorong agar transportasi Surabaya lebih ramah lingkungan. Pengembangan jalur transportasi rel relatif tidak berkembang. 

Demikian juga dengan sarana transportasi berbasis elektronik (electronic vehicle/EV) seperti bus umum listrik.

Karena itu, mengacu arah kebijakan investasi Surabaya tahun 2025, yaitu penguatan daya tawar (bargaining position) Kota Surabaya, harus juga diwujudkan melalui keberanian menolak investasi yang tidak ramah lingkungan. 

Seperti diketahui, di Surabaya saat ini masih ada investor  yang termasuk kategori investasi hitam (black investment). Yakni, pengolahan besi atau sektor logam atau industri logam dasar dan barang-barang logam.

Surabaya sebagai kota terbesar kedua sekaligus juga kota yang termaju di Indonesia sudah sepatutnya mulai selektif di dalam menerima investasi. Surabaya memiliki daya tarik berupa potensi penduduk dengan tingkat pendapatan tinggi, ketersediaan tenaga ahli dan sarana pendukungnya cukup kuat sebagai daya tarik investasi hijau. 

Apalagi, infrastruktur Surabaya sudah terkoneksi ke seluruh Indonesia dan bahkan seluruh dunia karena keberadaannya jalan tol, pelabuhan laut yang besar, dan bandara internasional.

Perlu menjadi catatan bahwa menarik investasi ke Surabaya tidak berarti menarik investor baru saja untuk bisnis di Surabaya. Namun, yang lebih penting adalah mendorong agar perusahaan-perusahaan yang sudah ada ”kerasan” dan meningkatkan bisnisnya dengan investasi yang lebih besar. Mereka harus didorong untuk proses produksi yang lebih bersih (clean production process).

Kita tahu, ketika belajar teori ekonomi dasar, investasi adalah salah satu komponen terpenting di dalam menciptakan kenaikan produksi dan pendapatan. Teori pertumbuhan ekonomi mengajarkan bahwa investasi, inovasi, SDM skill tinggi, serta dukungan kebijakan yang kondusif adalah kunci pertumbuhan ekonomi. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: