Khasanah Ramadan (27): Menuju Samudera Keluarga

Khasanah Ramadan (27): Menuju Samudera Keluarga

Orang-orang yang tinggal di kota untuk sementara mencari nafkah akan selalu bersukacita setiap kali kembali menikmati “jalan pulang” ke kampung kelahiran. -Julian Romadhon-HARIAN DISWAY

Ramainya orang mengaji dibarengi dengan macetnya jalanan yang dipadati para pemudik adalah perlambang malam yang semakin berkembang. Kehidupan terbangun di tengah malam. Persujudan dan perjalanan ditempuh berbarengan.

BACA JUGA: Tata Cara dan Hukum Salat Kafarat pada Jumat Terakhir Ramadan

Pemudik juga sedang berargumentasi menempuh jalan malam untuk menggapai cahaya kemenangan. Saya menyaksikan gairah manusia begitu kuat dalam strata apa pun yang menundukkan dirinya dalam ajaran yang digariskan Tuhan. 

Ramadan ini meneguhkan sekaligus mengurai betapa ajaran agama mampu menggerakkan peradaban. Budaya mudik, sambang emak-bapak di pedesaan merupakan alur cerita yang dinantikan.

Orang-orang kota yang sudah kehilangan “obor asal-muasalnya” terasa mbrebes mili (pedih perih) ingin menikmati “jalan pulang” ke kampung kelahiran. 

Malam-malam ini tumpah segala doa maupun aktivitas. Aparatur negara menjaga dengan sigap. Cermatilah pengamanan yang dijadwalkan.

BACA JUGA: Rutin Digelar Setiap Ramadan, Untag Surabaya Senangkan Ratusan Anak Yatim Piatu dalam Bukber

Satpam kantor tiada libur kecuali tugas bergantian guna menjaga aset tempatnya bekerja. TNI-Polri diberi tugas khusus melalui anggaran serta pedoman yang ditata rapi. Malam-malam tiada keheningan.
Besarnya harapan dan tantangan yang ditempuh para pemudik untuk menuju ke kampung halaman menjadi motivasi yang besar tradisi mudik tetap mewarnai Lebaran di Indonesia. --

Warga semburat ke luar rumah memenuhi jalanan. Ini digerakkan oleh kerinduan dan hati yang terpaut pada keluarga besar yang menjadi identitasnya. Saya bersyukur atas peristiwa ini.

Pada titik inilah gerakan ibadah malam di satu sisi dan mobilitas pemudik yang diruhanikan seolah menempuh jalan sufistik Jan-Fishan: Kau bisa mengikuti suatu arus/Pastikan bahwa arus itu menuju samudera/Tetapi jangan kacaukan arus dengan samudera.

Arus mudik mengantarkan kita ke ”Samudera Keluarga”. Inilah yang membuat hari ini kita bergerak dari tempat-tempat urban di mana pekerjaan bersarang kita tinggalkan untuk sejenak membersamai koordinat awal kehidupan.

BACA JUGA: 5 Buah Pilihan Nabi Muhammad SAW untuk Ramadan

Mereka meramaikan malam-malam kemuliaan yang diyakini datang di Ramadan ini dengan segala rahasianya. Tetapi para pecinta yang rindu atas pahala sedang bertamasyah menggulirkan langkah ketemu sanak saudara.

Hal itu merupakan ekspresi kesadaran untuk selalu ingat pada asal usul siapa dia, dan sumber kehadirannya. Ibarat air yang mengalir di sungai pada lanjutan kisahnya harus tetap berlabuh di muara luas yang bernama lautan.  

Terhadap hal itu ada ungkapan puitis yang dilansir Proklamator Republik Indonesia Sukarno: Door de zee op te zoeken, is de rivier trouw aan haar bron/Dengan mengalirnya ke lautan, sungai setia kepada sumbernya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: