Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (1): Dampak Budaya Patriarki

Pemahaman Budaya untuk Penguatan Kesehatan Ibu dan Anak (1): Dampak Budaya Patriarki

ILUSTRASI pemahaman budaya yang tepat dapat menguatkan kesehatan ibu dan anak. -Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Dalam budaya patriarki, seorang istri tanpa sadar akan selalu minta persetujuan suami ketika akan melakukan sesuatu. Kaum laki-laki akan selalu dijadikan acuan atau rujukan dalam bertindak, tidak terkecuali dalam urusan kesehatan. 

Budaya patriarki sangat kental di perdesaan. Penelitian menunjukkan bahwa budaya patriarki sangat kental di wilayah-wilayah dengan kultur Madura, seperti di Pulau Madura sendiri serta di wilayah yang biasa disebut dengan kawasan tapal kuda.

BACA JUGA: Korupsi sebagai Problem Budaya 

Dalam tatanan kehidupan keluarga masyarakat Madura, laki-laki cenderung diposisikan sangat superior dan mendominasi terhadap berbagai sektor kehidupan, baik domistik maupun publik. Kontrol laki-laki atas perempuan meliputi aspek fisiknya, seksualitasnya, pekerjaannya, peran, dan statusnya, baik dalam keluarga maupun masyarakat.

Tradisi kawin paksa yang banyak terjadi di daerah-daerah dengan budaya Madura yang kental merupakan salah satu contoh yang mencolok dari budaya patriarki. Ide perkawinan paksa sebagian besar datang dari pihak laki-laki, baik ayah dari si anak perempuan maupun ayah dari pihak laki-laki. 

Kawin paksa secara umum membahayakan pihak perempuan karena biasanya dilaksanakan pada usia yang masih sangat belia serta dikawinkan dengan seseorang yang belum dikenal secara baik. 

BACA JUGA: Hari Batik Nasional: Historisitas dan Identitas Bangsa, Simbol Tak Ternilai Warisan Budaya Dunia

Rentang usia antara pengantin perempuan dan laki-laki biasanya juga terpaut jauh. Itu secara psikologis juga akan menciptakan dominasi laki-laki yang kuat terhadap pihak perempuan. 

 

Di beberapa tempat di Madura terdapat kebiasaan menikahkan anaknya ketika mereka masih di dalam kandungan atau pada masa balita. Pernikahan semacam itu biasanya terjadi pada keluarga-keluarga yang masih dalam satu kerabat dengan tujuan warisan tidak jatuh ke pihak lain. 

Budaya patriarki telah mengekang hak-hak asasi perempuan Madura dalam memilih pasangan dan kapan dia akan menikah. Budaya patriarki tumbuh dengan sangat kuat karena terselubung dengan pemahaman keagamaan (Islam), yang berdampak pada pemasungan kaum perempuan. 

BACA JUGA: Stunting sebagai Problem Kebudayaan

Konstruksi budaya yang telah diyakini secara turun-temurun bahwa anak perempuan ketika sudah menikah berada di bawah tanggung jawab suami, anak perempuan hanya bisa menerima dan patuh terhadap perintah orang tua (bapak) dan tidak memiliki pilihan lain kecuali menuruti perintah orang tua.

Pernikahan pada usia dini biasanya berdampak pada keseharian rumah tangga mereka. Usia yang masih sangat muda dengan pengetahuan kerumahtanggaan yang minim rentan memunculkan kekerasan oleh pihak suami kepada istri mereka. 

Jika istri langsung hamil beberapa saat setelah pernikahan, itu juga cukup membahayakan. Rata-rata perempuan usia belia yang hamil enggan untuk memeriksakan kehamilannya karena malu. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: