Dalam Refleksi dan Kebhinekaan, Peserta PMM Universitas Muhammadiyah Sidoarjo Mengamati Realitas Multikultural
Mahasiswa PMM Universitas Muhammadiyah Sidoarjo saat berkunjung ke wisata Buddha Tidur di Bejijong, Trowulan. --Unisma
HARIAN DISWAY - Peserta Pertukaran Mahasiswa Merdeka (PMM) yang belajar di Universitas Muhammadiyah Sidoarjo melakukan kunjungan ke berbagai tempat. Dalam kegiatan bertema Refleksi dan Kebhinekaan itu, mereka menemukan banyak hal baru.
Sekitar pukul 11 siang pada 12 Mei 2024 lalu, bus dari Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida) tiba di kawasan Candi Tikus. Candi peninggalan dari era Majapahit yang ada di di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Mojokerto.
Bus itu membawa para mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia itu menjalani kegiatan PMM. Tentu kunjungan ke Mojokerto memberi banyak pengetahuan baru bagi mereka.
BACA JUGA: Sarasehan Nasional untuk Picu Ekonomi Digital Masyarakat Desa
Terlebih Mojokerto menyimpan beragam jejak peradaban lampau era Majapahit. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok. Setiap kelompok PMM berjumlah kurang-lebih 25 orang.
Para mahasiswa PMM Umsida berpose bersama. Mereka belajar tentang kebhinekaan dan realitas kultural masa lampau dan kini. --Umsida
”Masing-masing berkunjung ke berbagai tempat yang menonjolkan jejak peradaban lampau, budaya, seni, serta keberagaman," ungkap Muhlasin Amruloh, dosen Modul Nusantara sekaligus dosen mata kuliah Kebhinekaan dan Multikultural.
Kelompok Muhlas yang dinamakan Kamajaya Kamaratih mendatangi beberapa tempat. Selain Candi Tikus, mereka bertandang ke Pasar Keramat Mojokerto, Candi Bajang Ratu, dan Museum Majapahit untuk menapaktilasi jejak Kerajaan Majapahit.
BACA JUGA: Perayaan Dies Natalis ke-41 Universitas Dinamika: Pawai Motor Listrik dan Bagikan Bibit Melon Emas
Serta wisata ke Buddha Tidur atau Sleeping Buddha di kawasan Bejijong, Trowulan. "Dalam kaitannya dengan kebhinekaan sebagai realitas kultural Nusantara, Majapahit adalah contoh terbaik," ungkap Muchlas, panggilan Muchlasin.
"Majapahit adalah kerajaan yang berprinsip toleran yang di dalamnya hidup beragam masyarakat. Tapi bisa berlangsung harmonis meskipun berbeda latar belakang budaya dan agama," ungkap Muhlas, panggilan Muchlasin.
Selama kegiatan, tampak benar ketertarikan mahasiswa ini cukup dalam. Mereka memotret dan mengelilingi lingkungan Candi Tikus. Mereka bisa mengamati bahwa candi itu berbeda dengan candi-candi pra-Majapahit.
Bangunan yang dibuat kerajaan tersebut menggunakan bata merah dipadu ornamen jaladwara atau pancuran air dari batu andesit. Kepada mereka, Muhlas memaparkan bahwa mayoritas penduduk Mojokerto kini beragama Islam.
Namun, mereka memiliki kesadaran untuk merawat peninggalan masa lalu. Pun menjaga kerukunan. "Spirit Majapahit tentang kebhinekaan masih terjaga di lingkungan masyarakat kota ini. Berlangsung sejak ratusan tahun silam," ungkapnya.
Kelompok mahasiswa PMM yang dikoordinatori oleh dosen Muhlasin Amruloh saat berkunjung ke Candi Tikus, Trowulan, Mojokerto. --Unisma
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: