Statemen Kepala BMKG di Sesi Akhir WWF ke-10: Mengatasi Krisis Air Tidak Cukup Melalui Seminar dan Pertemuan

Statemen Kepala BMKG  di Sesi Akhir WWF ke-10: Mengatasi Krisis Air Tidak Cukup Melalui Seminar dan Pertemuan

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam sebuah sesi di World Water Forum ke 10 Bali-BMKG-

BALI, HARIAN DISWAY - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG )Dwikorita Karnawati mendorong seluruh negara untuk berkolaborasi dan mengambil langkah konkret dalam memitigasi dan mengatasi dampak perubahan iklim.

Menurutnya, perubahan iklim harus mendapat perhatian serius karena mengancam keberlangsungan kehidupan umat manusia. 

Hal ini disampaikan Dwikorita dalam sesi bertajuk Special Session 9: Estabilishing Cooperation for Centre of Excellence for Water and Climate Ressilience, 10th World Water Forum (WWF).

Dwikorita menegaskan bahwa persoalan krisis air sebagai dampak perubahan iklim tidak dapat diselesaikan hanya melalui pertemuan, seminar, dan meeting.

Menurutnya, yang terpenting pertemuan tersebut menghasilkan komitmen dan aksi konkrit yang memiliki dampak besar terhadap persoalan yang dihadapi seluruh negara tersebut. 

BACA JUGA:World Water Forum ke-10 Resmi Ditutup, Hasilnya Total 113 Proyek Pengelolaan Air dan Sanitasi, Segini Nilainya...

"WWF telah berlangsung selama 30 tahun dan krisis air global telah menjadi isu selama puluhan tahun. Namun, kita masih sering gagap dalam menghadapinya meskipun sudah banyak penelitian dan teknologi yang tersedia," kata Dwikorita di Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Jum'at 24, Mei 2024. 

Dihadapan para delegasi negara peserta dan undangan WWF 2024, Dwikorita mengungkapkan bahwa salah satu cara untuk memperkuat mitigasi perubahan iklim dan krisis air adalah melalui pembentukan dan penguatan koordinasi antar  Pusat Unggulan (Centre of Excellence (CoE) yang sudah ada. Dengan demikian, setiap negara dapat saling bertukar pengalaman, praktik baik dan data yang dibutuhkan dalam menghadapi berbagai situasi Cuaca. 

Dikatakan Dwikorita, sudah selayaknya setiap negara telah memiliki CoE terkait kebencanaan. Ia mencontohkan seperti Indonesia yang telah memiliki CoE Weather and Climate yang dibentuk sejak 13 tahun lalu untuk melatih sumber daya manusia dengan dukungan dari Organisasi Meteorologi Dunia atau World Meteorological Organization (WMO). 

BACA JUGA:Pertamina Buka Peluang Sinergi, Gaungkan Pelestarian Air dan Lingkungan di WWF 2024

Namun, Dwikorita menyebut bahwa CoE yang ada saat ini masih bekerja secara parsial dan sendiri-sendiri, yang menyebabkan duplikasi usaha dan pemborosan sumber daya.

Berdasarkan fakta tersebut, lanjut dia, maka Indonesia melalui BMKG mendorong CoE di seluruh negara bisa saling berkolaborasi dan bekerjasama sehingga dapat menurunkan risiko yang ditimbulkan akibat bencana

"Saat ini baru di Asia Pasifik, tetapi kami juga mendorong pembangunan CoE di regional lain, seperti di Afrika, Eropa, dan Amerika. Aliansi ini harus dibangun per-regional, karena setiap kawasan memiliki karakteristik bencana yang berbeda-beda," ujarnya. 

Dalam sesi diskusi tersebut, juga turut dibahas mengenai pentingnya mempersiapkan kemampuan mitigasi bencana dan menjaga kualitas serta kepercayaan terhadap kinerja CoE.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: