Filsafat Harapan dalam Perjuangan Panjang Wong Cilik Hidupkan Ratu Adil
Sindhunata saat Bedah Buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik di Universitas Katolik Widya Mandala (UKWM) Surabaya, Kamis, 6 Juni 2024.-Teddy Insani-Harian Disway
"Ketika saya menulis disertasi, hal itu mengoda. Bagaimana kamu mempertanggungjawabkan pengalamanmu ini secara ilmiah. Jadi itu yang bergulat dalam diri saya," ujar Romo Sindu pada Bedah Buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik di Universitas Katolik Widya Mandala (UKWM) Surabaya, Kamis, 6 Juni 2024.
Maka ia mencoba terus mengulatinya dan dalam perjalanannya tak mudah. Romo Sindu mengatakan, berhadapan dengan masalah wong cilik tak pernah mudah. Mereka yang berkali-kali disebut sebagai orang niraksara, bisu, dan tak ada dokumen. Ia bukan sejarawan, ia jurnalis dan ia berpikir hendak mencukupkan apa yang sudah ditulis oleh ahli sejarah.
BACA JUGA:Beban Mental Mahasiswa UKWMS saat Perankan Yesus di Jalan Salib Gereja Katedral Surabaya
"Dan mencari pengandaian filosofis sehingga saya bisa merefleksikan mengenai filsafat harapan," imbuhnya.
Romo Sindu mengatakan, perjumpaannya dengan wong cilik tentang daya tahan mereka. Bagaiamana dalam penderitaan dan nasib yang buruk, wong cilik tetap bertahan. Lalu kegembiraan, bagaimana dalam kemiskinan itu mereka tetap menikmati hidup dan terus berharap.
"Jawaban seluruh pertanyaan mengapa negara ini bisa begitu kacau, sejak awal kita sudah diobrak-abrik masalah tanah, pergantian uang, pajak, kebrutalan priyayi yang bekerja dengan kolonialisme dan sampai sekarang bentuk feodalisme, nepotisme, itu semua ada," jelasnya.
Sementara itu, bedah buku dikupas melalui tiga perspektif. Tiga narasumber dihadirkan. Mereka ialah RN Bayu Aji dari perspektif sejarah berasal dari Universitas Negeri Surabaya, Kandi Karyani dari perspektif politik berasal dari Universitas Airlangga, dan RD Pratisto Trinarso dari perspektif filsafat berasal dari UKWM Surabaya.
BACA JUGA:Lawang Sewu Bersejarah sebagai Saksi Perang Lima Hari, Benarkah Angker?
RN Bayu Aji saat Bedah Buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik di Universitas Katolik Widya Mandala (UKWM) Surabaya, Kamis, 6 Juni 2024.-Teddy Insani-Harian Disway
RN Bayu Aji mengatakan, buku ini menjadi sumbangsih bagi historigrafi. Bagaimana sejarah dituliskan dari bawah, dari perspektif wong cilik. Menurutnya, relevansi penulisan sejarah wong cilik, kaum yang lemah, kalah, bisu, tak punya arsip, dan dokumen memunculkan historigrafi yang lebih humanis.
"Menulis sejarah dari bawah menantang kita semua untuk terus menggali dan merefleksikan tentang harapan wong cilik yang melahirkan banyak gugatan, perjuangan, dan perlawanan terhadap kemapanan," ujarnya.
RD Pratisto Trinarso saat Bedah Buku Ratu Adil: Ramalan Jayabaya dan Sejarah Perlawanan Wong Cilik di Universitas Katolik Widya Mandala (UKWM) Surabaya, Kamis, 6 Juni 2024.-Teddy Insani-Harian Disway
RD Pratisto Trinarso mengatakan apabila ditanya siapakah Ratu Adil itu, dapat dikatakan bisa siapa saja. Hal yang terpenting ialah tidak menjadi sebuah hal yang menghilangkan kepercayaan. Bisa menjadi agen perubahan bagi kehidupan rakyat kecil.
"Bisa saja kita melihat hal-hal tak terduga ternyata itu Ratu Adil saat kemudian prosesnya lebih bagus kehidupan. Dalam fenomena gambaran siapa saja bisa jadi sosok itu, tapi kepercayaan itu tak akan hilang," ujarnya.
"Lalu kehadiran sosok Ratu Adil dari fenomena budaya yang ditarik Romo Sindu ke arah universal. Ini yang menarik, mulai tafsir, filosofi universal dan refleksi teologis universal," lanjutnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: