Scientific Crime Investigation (CSI) Tersandung Kasus Vina

Scientific Crime Investigation (CSI) Tersandung Kasus Vina

ILUSTRASI HUT Ke-78 Bhayangkara. Metode scientific crime investigation (CSI) Polri tersandung kasus Vina Cirebon.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Tingkat kepuasan publik terhadap Polri terus naik. Terbaru, hasil survei Litbang Kompas sepanjang  27 Mei 2023–2 Juni 2024, tercatat 73,1 persen. Itu berkat prestasi hebat anggota Polri. Padahal, ada kasus Vina Cirebon yang pastinya menggerogoti citra Polri.

PRESISI Polri adalah sistem yang menyatukan seluruh layanan data, memberikan kemudahan dalam layanan baru, mengintegrasikan layanan yang telah ada, dan membuat standardisasi layanan dari hulu hingga hilir. Itu salah satu prestasi Polri.

Itu didukung perangkat keras (hardware) sebagai landasan dasar layanan, juga sistem operasi dan aplikasi. Menjadikan sistem layanan cepat, aman, dan terkontrol.

Aplikasi PRESISI Polri untuk aneka layanan. Mulai mengurus pajak kendaraan, SIM, izin berbagai keperluan masyarakat, hingga aneka informasi Polri serta panggilan darurat 110 yang dapat langsung diakses di situ. Semua layanan akan terlayani serbacepat.

Di bidang penyidikan (ini yang sering diperhatikan masyarakat), Polri sudah beberapa waktu ini menerapkan scientific crime investigation (SCI). Itu sudah seperti pemolisian di negara-negara maju. Penyelidikan dan penyidikan berbasis keilmuan: forensik, siber, kriminologi, hukum pidana, dan berbagai ilmu terkait. 

Contoh kasus terbaru: Pemuda inisial MA alias Cakra melakukan pemerasan modus love scamming. Modus itu banyak diterapkan penjahat sejak era medsos kian marak. Caranya, Cakra memacari cewek SMP di Bandung inisial AN, 13. Mereka kenal via Instagram. Lalu, bertukar nomor HP, kemudian chat WhatsApp.

Intensitas keintiman terus naik, jadi video call. Di situlah Cakra mendesak AN telanjang. Pasti, AN malu. Tidak mau. Namun, Cakra agresif merayu. Jurus rayuan dikeluarkan semua. Akhirnya AN benar-benar bugil di depan kamera HP. Diam-diam direkam Cakra. 

Sabtu, 8 Juni 2024, Cakra beraksi. Rekaman itu jadi alat pemerasan ke ortu AN. Dengan ancaman, jika ortu AN tidak transfer ke rekening Cakra, video itu bakal disebar ke para guru AN dan teman-teman sekolah yang nomor HP-nya sudah dipegang Cakra.

Suatu serangan kejahatan sangat telak. Nilai pemerasan Rp 600 ribu. Langsung ditransfer ortu Rp 100 ribu. Mungkin, demi menunda penyebaran video. Pastinya Cakra menggerutu minta tambah transferan. Mendesak. Kalau tidak…

Ortu segera lapor polisi. Ditangani Direktorat Siber, Ditreskrimsus Polda Jabar. Cuma hitungan menit, posisi Cakra terlacak: Di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta Timur. Ya… Cakra napi di sana. 

Polisi meringkus Cakra. Maaf… Tak perlu ditangkap karena Cakra penghuni penjara. Tapi, Cakra jadi terdakwa dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara. 

Ternyata Cakra jadi napi akibat kejahatan yang sama (love scamming). Ia dipenjara sembilan tahun. Baru menjalani setahun delapan bulan. Ia bakal ditambahi hukuman lima belas tahun lagi. Jangan lupa, kecepatan dan akurasi polisi bertindak dengan metode SCI adalah kunci sukses polisi.

Sayang, ada kasus Vina Cirebon. Yang berlarut. Juga, viral berkepanjangan. Jadi kerikil yang bisa membuat anggota Polri terpeleset. Meski kasus itu cuma ibarat kerikil, kerikilnya tajam. 

Viral berkepanjangan menimbulkan aneka spekulasi, berbagai tebakan, serta analisis sembarangan dari warganet. Tahu sendiri, betapa galaknya warganet kita. Informasi apa pun bisa dipelintir jadi hoaks. Bahkan, warganet menciptakan informasi sendiri.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: