Mengkritisi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Kabinet 2024-2029
ILUSTRASI mengkritisi asumsi dasar ekonomi makro kabinet 2024-2029.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Kondisi itu berimbas pada penurunan volume perdagangan global sehingga laju pertumbuhan ekonomi dunia tersendat. Di samping itu, tekanan berat masih mengadang perekonomian global di tahun 2023 yang sedang berlangsung seperti laju inflasi global yang masih belum kembali ke level prapandemi sehingga suku bunga acuan global masih bertahan higher for longer.
BACA JUGA: Nasionalisme Ekonomi untuk Indonesia Maju 2045
BACA JUGA: Mengapa Ekonomi Kerakyatan?
Akibatnya, likuiditas global masih akan ketat sehingga cost of fund juga masih tetap tinggi. Di sisi lain, ruang fiskal di banyak negara makin terbatas dengan meningkatnya utang akibat pandemi. Gejolak perbankan di AS dan Eropa juga menambah risiko dan ketidakpastian di pasar keuangan global.
KEBIJAKAN PRUDENT
Untuk mencapai angka target asumsi dasar ekonomi makro yang dipatok, kabinet Prabowo-Gibran perlu mengambil langkah-langkah yang prudent agar tidak meleset.
Pertama, mempertahankan tingkat inflasi di level 1,5–3,5 persen agar daya beli masyarakat tetap terjaga. Adanya stimulus bansos dan BLT yang masih berjalan relatif membantu sektor konsumsi untuk jangka pendek.
Kedua, pemerintah perlu terus memacu peningkatan investasi demi tercapainya pembentukan modal tetap bruto (PMTB), yang merupakan salah satu kontributor terbesar setelah konsumsi rumah tangga, agar dapat tumbuh tinggi.
BACA JUGA: Arah Pengembangan Ekonomi Digital Indonesia
BACA JUGA: Kebangkitan Ekonomi Kreatif Indonesia Pasca G20
Itu dapat mendorong penciptaan lapangan kerja yang berkualitas dan kompetitif di tengah persaingan investasi di negara-negara lain yang juga prospektif di mata investor global.
Ketiga, memperluas ruang fiskal Indonesia yang masih terbatas. Seyogianya pemerintah perlu mengoptimalisasi pos-pos belanja pemerintah yang memiliki multiplier effect besar pada sektor makro. Misalnya, pemberian insentif pajak ekspor kepada sektor komoditas primadona nonmigas.
Keempat, urgensi akselerasi reformasi struktural demi peningkatan sektor-sektor ekonomi yang memiliki kontribusi besar pada perekonomian seperti industri manufaktur, pertanian, perdagangan, dan konstruksi sehingga peningkatan kualitas indikator sosial ekonomi Indonesia juga ikut terkerek.
Di sektor pemberantasan kemiskinan, Biro Pusat Statistik (BPS) merilis laporan bahwa per Maret 2023 masih terdapat penduduk miskin sebesar 25,9 juta jiwa.
Jumlah tersebut berkurang sekitar 460 ribu orang jika dibandingkan dengan September 2022 atau turun 260 ribu orang bila dibandingkan dengan Maret tahun 2022. Dalam persentase, dari 9,54% pada Maret 2022 menjadi 9,36% pada Maret 2023.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: