Sumpah Pocong di Kasus Vina Cirebon dan Pocong Kosong

Sumpah Pocong di Kasus Vina Cirebon dan Pocong Kosong

Saka Tatal berani jalani sumpah pocong--Foto: X @nyaiibubu

Di perkara perdata, pernah dilakukan sumpah pocong. Kasus sengketa tanah yang diadili di Pengadilan Negeri Ketapang, Kalimantan Barat, Juni 1996.

Dikutip dari artikel berjudul Sumpah Pocong, Menghindari Sumpah Bohong karya Shinta Teviningrum, dimuat di majalah Intisari No 401, edisi 1996, disebutkan, antara lain, sumpah pocong dilakukan Kunan Sutan Sinaro di Masjid Agung Al-Ikhlas, Ketapang, Juni 1996. 

Sumpah tersebut dipimpin hakim tunggal M. Yusuf Naif. Pengambilan sumpah tersebut terkait dengan sengketa tanah antara Kunan (penggugat) dan H. Labek Hadi (tergugat). Sumpah pocong dilakukan sebagai sumpah pemutus.

Dalam istilah hukum, sumpah pemutus dilakukan jika dalam suatu perkara tidak ada bukti hukum yang sah. Saksi-saksi yang ada di kasus itu juga diragukan kebenarannya oleh hakim. Proses peradilan perkara tersebut masuk jalan buntu. Mentok. 


Rudiana Mana? Saka Nih Tepati Janji Untuk Sumpah Pocong!-Radar Cirebon-

Maka, cara terakhir adalah sumpah pemutus, berupa sumpah pocong. Diambil dari budaya masyarakat. Pesumpah dipocong. Tujuannya, ia bersumpah bersaksi jujur atau ngeri jika bohong. Itu atas perintah hakim dan disaksikan hakim. Lokasinya bisa tidak di pengadilan. Bisa di masjid.

Sumpah pocong Saka Tatal sekadar atraksi. Membikin kasus Vina jadi lebih seru. Mengisi waktu kosong, menunggu hasil penyidikan ulang dari Mabes Polri. 

Waktu lowong itu sudah cukup lama. Kalau dihitung sejak kejadian, Sabtu, 27 Agustus 2016, sudah delapan tahun. Jika dihitung sejak kasus ini kembali marak akibat film berjudul Vina, Sebelum 7 Hari, yang beredar di bioskop sejak 8 Mei 2024, sudah tiga bulan.

Masyarakat dan para pakar hukum sudah menyatakan bahwa ini bukan kasus pembunuhan, melainkan kecelakaan tunggal. Seumpama Mabes Polri nanti mengumumkan hal yang sama dengan pendapat masyarakat, berarti Polri mengakui melakukan kesalahan penyidikan. 

Konsekuensinya luar biasa besar. Sebab, sudah ada delapan orang terpidana, tujuh masih menjalani hukuman penjara seumur hidup. Mungkin karena konsekuensi dahsyat itulah penyidikan ulang kasus ini begitu lama. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: