Ia Tiduri Mayat Istri
Ilustrasi Mayat.-Foto : Ridwan Triatmodjo/Antara-
Pada 2020 terpantau 95 kasus. Pada 2021 terpantau 237 kasus, 2022 terpantau 307 kasus, 2023 sampai Juni 159 kasus. Itu dipantau Komnas Perempuan dari berita media massa. Tinggal mereka catat.
Komisioner Komnas Perempuan Retty Ratnawati mengatakan, pemerintah tidak punya data nasional femisida. Sebab itu, Komnas Perempuan mencatatnya dari pemberitaan media massa online.
Retty: ”Pantauan melalui pemberitaan memiliki keterbatasan karena femisida bisa tidak terdeteksi melalui kata kunci yang digunakan. Juga, perbedaan waktu pemberitaan dengan waktu terjadinya femisida. Serta, tidak mendapatkan kontruksi kasus secara utuh, hanya didasarkan pada indikasi dari informasi yang ditulis wartawan.”
Dilanjut: ”Maka, pemerintah harus segera mengumpulkan, menganalisis, dan memublikasikan data statistik tentang femisida sebagai pelaksanaan dari Rekomendasi Umum Komite CEDAW (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women) No 35 tahun 2017 dengan membentuk mekanisme femicide watch.”
Pernyataan Komnas Perempuan, bahwa pemerintah tak punya data femisida, tentu memelas sekali. Tapi, dari data yang dicatat komnas itu, jika dikalkulasi, rata-rata terjadi satu pembunuhan istri oleh suami per hari. Atau, tiada hari tanpa pembunuhan suami terhadap istri. Luar biasa banyak.
Di data kasus pembunuhan Zakilah, tampak bahwa Sahir-Zakilah menikah muda. Saat menikah, Sahir berusia 22 tahun, Zakilah 18 tahun. Apakah itu penyebabnya?
Belum ada riset tentang femisida. Data nasional juga belum ada. Istilahnya pun (femicide) bahasa asing. Berdasar CEDAW. Sementara itu, satu hari satu perempuan dibunuh pasangannya. Tinggal diusut polisi. Tidak ada pihak yang menganalisis untuk menemukan cara mencegahnya. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: