Kota Lama di Surabaya, Sekadar Fenomena Hit ataukah Landmark Kota?
ILUSTRASI kota lama di Surabaya, sekadar fenomena hit ataukah landmark kota?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
BACA JUGA: Wali Kota Ajak Keturunan Hasan Gipo dan KH Mas Mansur Bangun Kota Lama Surabaya
Di berbagai kota, kawasan kota lama selalu memiliki daya tariknya tersendiri bagi wisatawan maupun warga setempat. Jika menilik sejarahnya, kota-kota itu dibangun sebelum abad ke-20.
Itu berarti sebelum kendaraan bermotor menyesaki ruang jalan perkotaan. Terlihat dari tata ruangnya yang memiliki skala humanis berciri ruang jalannya tidak lebar, terdiri atas blok-blok kecil, serta muka bangunannya aktif dan memiliki akses langsung ke ruang berjalan kaki dan bersepeda. Kawasan yang demikian lazim disebut sebagai ”kota lama”.
Di sisi lain, tidak sedikit pula yang mengkritik bahwa meski upaya revitalisasi kota lama mampu menghidupkan kawasan yang pernah berdenyut di masa silam dan cenderung terabaikan, namun kini dibanjiri pelancong.
Akan tetapi, pada saat yang bersamaan dianggap kurang menghargai keotentikan sejarah. Anggapan itu pun juga kurang sepenuhnya tepat karena upaya revitalisasi tidaklah mengubah bentuk bangunan maupun ekosistem yang inheren dengan nuansa klasik yang hendak direngkuh kembali.
PENGUATAN KARAKTERISTIK KAWASAN
Indonesia dengan ragam budayanya memiliki banyak peninggalan sejarah kota yang disebut kota lama, kota tua, atau kota sejarah yang tersebar di kota-kota besar dan memperlihatkan masa kejayaan perdagangan di Asia pada abad ke-17 dan ke-18 hingga awal abad ke-20.
Kawasan Kota Tua Jakarta merupakan salah satu ikon ibu kota yang menarik sekaligus bersejarah. Kawasan itu memiliki luas sekitar 139 hektare dengan dominasi bangunan arsitektur Eropa dan Tiongkok dari abad ke-17 hingga awal abad ke-20.
Salah satu julukan yang diberikan oleh penjajah untuk Kota Tua Jakarta adalah The Pearl of Orient atau Mutiara dari Timur. Di era kolonialisme VOC Belanda, kota Jakarta atau Batavia dipersiapkan untuk menjadi salinan ibu kota Negeri Kincir Angin tersebut.
Karena itu, diberi nama Koningen van Oosten atau Ratu dari Timur. Kota Batavia didirikan di sebuah wilayah yang dulu bernama Jayakarta (1527–1619). VOC menamai kota tersebut Batavia sebagai penghormatan kepada leluhur bangsa Belanda, Batavieren.
Sejak saat itu, VOC mengendalikan semua kegiatan perdagangan, militer, dan politiknya selama menguasai Nusantara, hingga dilanjutkan pemerintahan Hindia Belanda. Nama Batavia digunakan sejak 1621 hingga 1942, saat Belanda ditaklukkan Jepang. Kemudian, Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta dan bertahan hingga saat ini.
Tak ketinggalan pula kawasan Kota Lama Semarang. Itu merupakan cagar budaya yang kini menjadi kawasan strategis sosial dan budaya bagi Kota Semarang.
Demi mewujudkan kawasan itu menjadi kota pusaka warisan dunia yang diakui UNESCO, sejak 2017 revitalisasi di Kota Lama Semarang telah gencar dilakukan. Termasuk menetapkan kawasan itu sebagai kawasan ramah pejalan kaki serta mewujudkan konsep transportasi hijau untuk mengurangi polusi udara.
Kawasan di Semarang itu menjadi pusat perdagangan pada abad ke-19-20. Pada masa itu, untuk mengamankan warga dan wilayahnya, di kawasan tersebut dibangun benteng, yang dinamai Benteng Vijhoek.
Untuk mempercepat jalur perhubungan antar ketiga pintu gerbang di benteng itu, dibuat jalan-jalan perhubungan, dengan jalan utamanya dinamai: Heeren Straat. Salah satu lokasi pintu benteng yang ada sampai saat ini adalah Jembatan Berok, yang disebut De Zuider Por.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: