Kriteria Bangun Rumah yang Terkena Pajak 2,4 Persen, Apa Saja?
Pemerintah akan menerapkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2,4 persen untuk pembangunan rumah mandiri mulai tahun 2025, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2022. --
HARIAN DISWAY - Pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2022 menetapkan bahwa pembangunan rumah mandiri akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2,4 persen mulai tahun 2025.
Namun, tidak semua pembangunan rumah mandiri dikenakan pajak.
Ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar rumah tersebut terkena PPN, seperti diatur dalam Pasal 2 ayat (4) PMK tersebut.
Ayat tersebut berbunyi, “Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa 1 (satu) atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
- Konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/ atau baja;
- Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan
- Luas bangunan yang dibangun paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).
Kriteria nomor 1 mengindikasikan bahwa pembangunan rumah yang terkena pajak mencakup semua jenis bahan yang umumnya digunakan dalam membangun rumah dengan struktur permanen.
Pada kriteria kedua, rumah yang dibangun untuk kebutuhan pribadi atau bisnis akan dikenakan pajak sesuai dengan aturan tersebut.
Sementara pada kriteria ketiga, pengenaan pajak hanya berlaku untuk bangunan yang relatif besar. Sementara bangunan dengan luas total di bawah 200 meter persegi, tidak akan dikenakan pajak.
Hal ini memberikan kelonggaran bagi masyarakat yang membangun rumah dengan skala kecil atau memiliki anggaran terbatas.
BACA JUGA:Tarif PPN Naik 12 persen, Indonesia Bakal Tempati Posisi Pajak Tertinggi di ASEAN
Selain itu, PMK ini juga mengatur bahwa pembangunan rumah mandiri yang dilakukan secara bertahap tetap akan dikenakan PPN.
Sebagaimana yang dimuat dalam Pasal 5, yang berbunyi, “Kegiatan membangun sendiri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan secara:
a. sekaligus dalam suatu jangka waktu tertentu; atau
b. bertahap sebagai satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan membangun terse but tidak lebih dari 2 (dua) tahun. “
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: jdih kementerian keuangan