Tarif PPN Naik 12 persen, Indonesia Bakal Tempati Posisi Pajak Tertinggi di ASEAN

Tarif PPN Naik 12 persen, Indonesia Bakal Tempati Posisi Pajak Tertinggi di ASEAN

Tarif PPN Naik 12 persen, Indonesia Tempati Posisi Tertinggi di ASEAN. Foto : Ketua Badan Anggaran DPR RI, Said Abdullah-DPR RI-

JAKARTA, HARIAN DISWAY - Indonesia menempati urutan kedua dalam daftar negara-negara ASEAN dengan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tertinggi, yakni 11 Persen. 

Indonesia hanya kalah dari Filipina yang menerapkan PPN tertinggi yakni 12 persen. Peringkat kedua ditemati Indonesia denagn 11 persen, Malaysia, Kamboja, dan Vietnam 10 persen, sementara Singapura, Laos, dan Thailand mencapai 7 persen. 

“Kalau tahun depan kita naik 12 persen, menjadi tertinggi di ASEAN," ungkap Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah pada Kamis, 14 Maret 2024.

BACA JUGA:Respons Keberlanjutan Program Jokowi, PPN Naik Menjadi 12 persen

Said menegaskan perlunya kehati-hatian pemerintah dalam mengkaji rencana kebijakan kenaikan PPN sebesar 12 persen.

Said menjelaskan bahwa rencana kebijakan kenaikan PPN tersebut memang diperkirakan akan meningkatkan pendapatan negara sebesar Rp 350 hingga Rp 375 triliun.

Namun, Said juga menyoroti dampak negatif kenaikan tarif PPN ini. Termasuk perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0,12 persen, penurunan konsumsi masyarakat sebesar 3,2 persen, potensi penurunan upah minimum, dan meningkatnya risiko ekonomi bagi pemerintah di tengah ketidakpastian global.

BACA JUGA:Bakal Jadi Kekuatan Ekonomi Global, Presiden Jokowi Ajak Australia Berinvestasi di ASEAN

Kebijakan perpajakan harus memperhitungkan berbagai faktor, termasuk daya beli masyarakat, tingkat inflasi, dan sektor-sektor krusial seperti konsumsi, perumahan, transportasi, pendidikan, dan kesehatan.

Kenyataannya, tingkat daya beli masyarakat masih belum pulih sepenuhnya jika dibandingkan dengan periode sebelum 2019 atau sebelum pandemi Covid-19.

Tingkat pertumbuhan konsumsi rumah tangga sebesar 4,83 persen pada tahun 2023 masih lebih rendah daripada rata-rata pertumbuhan selama periode 2011-2019, yang mencapai level 5,1 persen.

BACA JUGA:Prabowo Kejar Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, Realistiskah?

Jika dilihat dari angka Indeks Penjualan Riil (IPR), terdapat perbedaan yang signifikan antara periode sebelum Covid-19 dan periode pemulihan dua tahun terakhir.

Pada tahun 2019, IPR mencapai puncaknya sebesar 250, dengan angka terendah mencapai 220. Namun, pasca Covid-19, setidaknya pada tahun 2023, rata-rata IPR turun di bawah 210.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: