Kotak Kosong di Pilkada Serentak 2024

Kotak Kosong di Pilkada Serentak 2024

ILUSTRASI kotak kosong di pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2024.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA: 5 Daerah Jatim Usung Paslon Tunggal, Pilkada Diulang Tahun Depan Bila Kotak Kosong Menang

Politik adalah kontestasi. Politik adalah seni berebut kekuasaan. Salah satu sumber kekuasaan bagi partai politik adalah menguasai lembaga eksekutif dan legislatif. Menjadikan kadernya presiden, gubernur, dan bupati/wali kota. Juga, menempatkan para kadernya di parlemen.

Dengan adanya kotak kosong, berarti partai politik gagal menyodorkan kadernya untuk bisa dipilih konstituennya maupun pemilih secara keseluruhan. Fenomena itu jelas akan makin menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik.

Kemungkinan kedua adalah akibat makin tingginya biaya politik. Fenomena itu menjadikan orang-orang ”baik” tanpa modal kuat sangat kecil kemungkinannya untuk ikut dalam kontestasi politik. Kecuali, mereka mau menjadi pion dari ”bandar politik” atau kepentingan ekonomi yang lebih besar.

BACA JUGA: Kotak Kosong Marak di Pilkada 2024, Jokowi: Kenyataan Demokrasinya Seperti Itu

BACA JUGA: Jumlah Kotak Kosong Meningkat Tajam di Pilkada 2024

Pragmatisme partai politik pada akhirnya bertemu dengan perilaku pemilih yang kian pragmatis. Di Surabaya, misalnya. Dua dekade lalu, di ibu kota Jawa Timur itu, hanya 17 persen orang yang memilih kandidat karena menerima politik uang. Sementara saat ini, lebih dari 50 persen orang Surabaya memilih karena uang.

Pragmatisme pemilih itu telah membawa ”korban” dari para calon anggota legislatif dari sejumlah partai politik. Orang seperti Bambang D.H. yang pernah menjadi wali kota Surabaya dua periode dan anggota DPR RI dua periode harus tersingkir dari parlemen hasil Pemilu 2024. Banyak kader parpol senior yang berguguran karena makin pragmatisnya pemilih itu.

Kenyataan tersebut jelas tidak baik bagi perjalanan politik di Indonesia. Kecenderungan politik dinasti dan maraknya para politikus yang bekerja untuk oligarki ekonomi di negeri ini akan makin merajalela. Belum lagi perilaku parpol yang mematok ”harga tiket” tinggi untuk mengusung pasangan calon.

Dalam konteks ini, fenomena kotak kosong akan menjadi indikator bagi kesadaran politik warga. Ia menjadi semacam kontrol akan ekosistem politik yang kurang sehat. Makin tinggi perolehan suara kotak kosong akan menunjukkan tingkat kesadaran politik warga dalam menghadapi pilkada serentak. 

Karena itu, memilih kotak kosong merupakan tindakan sah. Ia juga bisa menjadi tolok ukur tingkat legitimasi pasangan calon tunggal. Jika sampai menang kotak kosong, berarti masyarakat pemilih tidak menginginkan pasangan calon tersebut. Jika kotak kosong memperoleh suara besar, juga berarti tingkat legitimasi calon terpilih juga rendah.

Meski kotak kosong menjadi pilihan sah, fenomena dalam pilkada serentak tahun ini perlu menjadi bahan renungan berbagai pihak yang berkepentingan terhadap proses politik di negeri ini. Perlu menjadi pembelajaran partai politik untuk makin meningkatkan perannya sebagai penyedia kader calon pemimpin.

Memang jika kotak kosong yang menang, secara peraturan daerah tersebut akan dipimpin pejabat sementara. Sampai dengan pilkada serentak berikutnya. Itu pernah terjadi dalam pemilihan wali kota Makassar. Akankah dalam pilkada serentak 2024 ini akan ada lagi kotak kosong yang menang?

Kita tidak tahu pasti. Yang pasti, marilah kita hadapi pilkada serentak ini dengan gembira dan damai. Apalagi, kalau diikuti dengan makin menurunnya fenomena money politics. Demi meningkatnya kualitas demokrasi kita. Saya kira ini harapan kita semua sebagai bangsa dan negara. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: