Nisab Zakat Profesi

Nisab Zakat Profesi

ILUSTRASI nisab zakat profesi. Dengan terus naiknya harga emas saat ini, para muzaki otomatis menurun. Sebab, nilai zakat profesi disetarakan dengan harga 85 gram emas setahun.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

Jika nisab barang pertanian itu yang digunakan dalam mengambil nisab zakat penghasilan, nilainya adalah 815 kg x Rp 15.000 (harga beras), yaitu Rp 12.225.000. Jauh jika dibandingkan dengan nisab menggunakan emas yang saat ini mencapai lebih dari Rp 125 juta atau 10 kali lebih tinggi daripada nisab pertanian. 

Zakatnya pun bukan 2,5 persen, melainkan 5 persen jika menggunakan air irigasi atau berbiaya dan 10 persen jika menggunakan air hujan atau tanpa biaya. 

Pendekatan garis kemiskinan dengan nisab harta pertanian itu lebih rasional lantaran beras merupakan kebutuhan pokok utama penduduk Indonesia. Beras merupakan kebutuhan dasar yang distribusi dan harganya diatur pemerintah sehingga lebih terkendali dan stabil jika dibandingkan dengan harga emas. 

Dengan demikian, garis kemakmuran/kemiskinan menggunakan pendekatan nisab harta pertanian akan relatif stabil dan menunjukkan realitas sebenarnya.

Apalagi, data BPS menunjukkan bahwa garis kemiskinan didominasi garis kemiskinan makanan daripada non makanan. Makanan berkontribusi sekitar 74 persen terhadap garis kemiskinan, sedangkan non makanan hanya 26 persen. Dengan qiyas terhadap nisab barang pertanian itu, jumlah muzaki dipastikan akan sangat besar. Zakat bisa diharapkan berkontribusi besar terhadap penghapusan kemiskinan. 

Apa memungkinkan berubah? Ada kaidah fikih yang penting terkait fatwa ulama. Yakni, hukum (yang bukan nash) bisa berubah karena perbedaan tempat, waktu, keadaan, dan adat istiadat. Bahwa hukum bersifat tetap (tsubut), yang tetap adalah maqashidul hukmi (tujuan hukum/syariah) yang tetap. 

Sesuatu dihukumi boleh karena bolehnya itu  mendekatkan kepada tujuan syariah (maslahah). Begitu pula sebaliknya, sesuatu dilarang karena pelarangan itu yang lebih mendekatkan kepada maslahah

Jadi, perubahan nisab bisa saja diputuskan jika perubahan itu lebih mendekatkan kepada tujuan syariah zakat. Yang tujuannya adalah mekanisme distribusi kekayaan, menolong orang miskin, mengurangi ketimpangan, dan bersama-sama meraih kesejahteraan. Bukan hanya sejahtera di dunia, tapi juga sejahtera di akhirat (al-falah). Wallahu a’lam. (*)


*) Imron Mawardi adalah dosen ekonomi syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga.

 

 

 

 

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: