BRIN Bangun Teleskop Besar di NTT untuk Amati Satelit dan Sampah Antariksa

BRIN Bangun Teleskop Besar di NTT untuk Amati Satelit dan Sampah Antariksa

Observatorium Nasional Timau terletak di Gunung Timau, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.--Dok. BRIN

HARIAN DISWAY - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kini berada pada tahap akhir pembangunan teleskop raksasa dengan cermin berdiameter 3,8 meter di Observatorium Nasional Timau, Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Teleskop ini nantinya akan digunakan untuk pengamatan satelit dan perkembangan sampah antariksa.

Koordinator Observatorium Nasional Timau BRIN, Abdul Rachman menyatakan bahwa pengamatan satelit sebagai objek buatan manusia sangat penting karena berkaitan dengan masalah sampah antariksa, dan menjadi isu internasional yang dibahas oleh PBB setiap tahun.

“Isu sampah antariksa sangat penting karena sampah-sampah ini tidak bisa dikendalikan. Sehingga, bisa saja menabrak satelit yang masih aktif bekerja, dan berakibat pada kerusakan yang bisa saja fatal,” ujar Abdul dalam keterangannya di Jakarta pada Minggu, 13 Oktober 2024.

BACA JUGA:Menhub Pastikan Rel Layang Simpang Solo Bakal Beroperasi Mulai 1 November 2024

Abdul menjelaskan bahwa selama ini BRIN menggunakan teleskop-teleskop berukuran relatif kecil untuk mengamati satelit, dengan yang terbesar memiliki diameter cermin 50 sentimeter.

Menurutnya, pengamatan satelit sering kali diperlukan untuk membantu ketika terjadi masalah pada satelit yang masih aktif beroperasi. Terutama ketika tidak dapat berkomunikasi dengan stasiun pengendali di Bumi, atau disebut contingency events.

Abdul lebih lanjut menjelaskan teknik-teknik pengamatan dan analisis yang telah lama digunakan dalam astronomi, seperti astrometri, fotometri, dan spektroskopi, juga diterapkan dalam pengamatan satelit dan sampah antariksa.

BACA JUGA:Sepekan Sebelum Lengser, Wapres Ma'ruf Amin Resmikan Masjid dan Ponpes Di Kabupaten Bogor

“Teleskop astronomi untuk pengamatan satelit perlu memiliki slewing rate atau kecepatan bergerak yang cukup tinggi. Ini karena satelit dan sampahnya tergolong fast moving objects yang kecepatan geraknya di langit bisa berkali-kali lipat dari gerak bintang,” tuturnya.

Sejak tahun 2022, peneliti di Pusat Riset Antariksa BRIN telah melakukan pengamatan satelit menggunakan teleskop, baik untuk astrometri dalam menentukan atau memperbaiki orbit satelit, maupun fotometri untuk mengukur kecerlangan dan karakteristik sikap satelit.

“Satelit yang berputar (tumbling) umumnya terjadi pada satelit-satelit yang sudah berakhir masa operasinya sehingga menjadi sampah. Karakteristik sikap ini mencakup arah sumbu rotasi dan lajunya. Informasi ini dibutuhkan dalam upaya mitigasi dampak sampah antariksa,” sambung Abdul.

 

*) Mahasiswa Magang Bahasa dan Sastra Inggris Universitas Airlangga

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: