Homeless Media: Dari Media Sosial ke Sumber Berita
Ilustrasi Media Sosial / Poto JPNN--
Namun, kecepatan dan fleksibilitas itu menyimpan risiko yang tidak bisa diabaikan. Tanpa mekanisme verifikasi yang kuat, homeless media rentan terhadap penyebaran misinformasi dan hoaks.
Studi dari Kementerian Komunikasi dan Informatika (2021) menunjukkan peningkatan signifikan dalam penyebaran informasi palsu melalui platform media sosial, termasuk yang disebarkan akun-akun tanpa afiliasi media resmi.
Ketiadaan ruang redaksi dan standar jurnalistik yang jelas membuat akurasi informasi yang diproduksi homeless media sulit dipastikan. Hal itu dapat menimbulkan dampak negatif, mulai kebingungan publik hingga potensi konflik sosial.
Oleh karena itu, penting bagi homeless media untuk mengembangkan mekanisme verifikasi internal dan meningkatkan literasi media mereka.
Mungkin kemunculan fenomena itu mengandaikan kurasi publik sesuai potensi demokratisasi informasi di media sosial. Namun, publik yang ada saat ini belum pada tingkatan yang memadai untuk bisa menjalankan mekanisme crowd wisdom tersebut.
Karakteristiknya yang khas, yakni sebagai akun media sosial, membuat homeless media secara otomatis sangat bergantung pada platform media sosial seperti Instagram, Facebook, dan Twitter. Ketergantungan itu membuat mereka rentan terhadap perubahan algoritma, kebijakan platform, atau bahkan pemblokiran akun.
Misalnya, perubahan algoritma Instagram yang memprioritaskan konten tertentu dapat memengaruhi jangkauan dan interaksi homeless media dengan audiens mereka.
Selain itu, isu keamanan data dan privasi patut menjadi catatan. Serangan siber atau peretasan akun dapat mengakibatkan hilangnya konten dan kredibilitas. Tanpa infrastruktur mandiri atau situs web resmi, homeless media memiliki keterbatasan dalam mengontrol ekosistem distribusi informasi mereka.
POTENSI KOLABORASI DAN PENGEMBANGAN
Meski menghadapi berbagai tantangan, homeless media memiliki potensi besar untuk berkontribusi positif dalam ekosistem media Indonesia. Salah satu langkah strategis adalah menjalin kolaborasi dengan media konvensional dan institusi lainnya.
Kolaborasi itu dapat berupa penyediaan informasi awal yang kemudian diverifikasi dan dilaporkan secara mendalam oleh media arus utama, atau pelatihan jurnalistik bagi pengelola homeless media.
Dengan demikian, mereka dapat meningkatkan kredibilitas dan profesionalisme mereka tanpa kehilangan karakteristik fleksibilitas dan partisipatif.
Fenomena homeless media menggambarkan dinamika transformasi media akibat disrupsi digital di Indonesia. Di tengah kemajuan teknologi dan perubahan perilaku konsumsi informasi, mereka hadir dengan model alternatif yang lebih partisipatif dan responsif.
Masa depan media lokal mungkin tidak lagi terbatas pada institusi besar dengan infrastruktur kompleks, tetapi juga terbuka bagi inisiatif-inisiatif kecil yang mampu beradaptasi dengan cepat terhadap kebutuhan masyarakat.
Hanya dengan waktu dan upaya kolaboratif, kita akan melihat seberapa jauh homeless media dapat berperan dalam membentuk ekosistem media yang lebih baik. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: