Pembekuan BEM FISIP Unair: Ironi di Balik Seruan Etika Akademis Kampus

Pembekuan BEM FISIP Unair: Ironi di Balik Seruan Etika Akademis Kampus

Abdul Kodir - Staf Pengajar Jurusan Sosiologi Universitas Negeri Malang.-Salman Muhiddin/Harian Disway-Salman Muhiddin/Harian Disway

Kasus pembekuan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik(FISIP) Universitas Airlangga (Unair) oleh dekanat fakultas tersebut telah menjadi sorotan publik. Langkah ini diambil karena pernyataan satir BEM dalam bentuk karangan bunga yang ditujukan kepada Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming.

Ungkapan ini dianggap tidak sesuai dengan kultur akademis oleh pihak kampus. Polemik ini pun berkembang hingga ke media nasional dan internasional, bahkan diliput oleh South China Morning Post.

Merespons berbagai kritik dari masyarakat, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, Teknologi, Prof. Satryo turut turuntangan, menginstruksikan Rektor Unair untuk mencabut pembekuan tersebut.

Hal ini kemudian mendorong dialog antara pihak dekanat dan BEM, yang berujung pada kesepakatan bahwa kritik harus disampaikan dalam bahasa yang sesuai dengan kultur akademis.

Namun, dari kasus ini muncul pertanyaan besar: “Kultur akademis yang bagaimana?”

BACA JUGA:BEM FISIP Unair Kena Serangan Siber, Tuffa Cs Makin Kokoh!

Sebab, di saat mahasiswa dihimbau untuk menjaga nilai etis dalam menyampaikan kritik, dunia kampus di Indonesia justru menampilkan serangkaian masalah pelanggaran yang jauh dari nilai akademis yang sepatutnya dijaga.

Ironisnya, banyak pelanggaran ini muncul dari institusi yang seharusnya menjadi teladan “marwah akademis.”


Karangan Bunga Satire dari BEM FiSiP Unair yang viral ditujukan untuk Presiden Prabowo dan Wakil Presiden Gibran--

Sederet Persoalan Etis Universitas Saat ini?

Pemberian gelar doktor kehormatan (honoris causa) kepada para politisi dan pejabat publik menjadi fenomena yang semakin mencolok.

Dalam beberapa tahun terakhir, gelar ini telah diberikan kepada elit politik sederet tokoh-tokoh yang mana sebagian besar memiliki posisi penting di partai politik.

Gelar kehormatan pada dasarnya dimaksudkan untuk menghargai kontribusi besar dalam keilmuan atau kemajuan sosial.

Namun, banyak pihak mempertanyakan apakah penghargaan ini benar-benar mencerminkan kontribusi nyata, ataukah sekadar menjadi ajang relasi sosial-politik.

Naasnya, beberapa elit politik yang mendapat gelar tersebut tersandung kasus korupsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: