Budaya Minta Restu, Masih Mujarabkah?

Budaya Minta Restu, Masih Mujarabkah?

Opini Yayan Sakti Suryandaru dan Ni Luh Dea Novita Dewi: Budaya Minta Restu, Masih Mujarabkah?-Salman Muhiddin-Harian Disway

Berapa dukungan pemilih kepada dirinya. Itulah kedigdayaan hasil survei politik saat ini. Maksudnya, kita bisa memprediksi hasil pilkada jauh hari sebelum pelaksanaan.

Ketiga, biarkan masyarakat yang menilai ’’prestasi’’ calon pemimpin tersebut. Saat ini adalah era kemasan (packaging). Sesuatu yang jelek ketika dikemas akan dibuat dirinya melambung disukai masyarakat.

Lewat berbagai media, seseorang bisa mengemas iklan politik yang menawan hati. Mereka bisa mengaduk emosi penonton (calon pemilih) untuk memilih dirinya.

Keempat, libatkan komunikasi antar budaya untuk menengarai level kesukaan masyarakat pada pasangan calon (paslon).

Misalnya, saat pemilu Amerika Serikat (AS), masyarakat AS terkenal sebagai masyarakat rasis dan seksis. Sehingga, pada akhirnya Kamala Harris terpental dalam kontenstasi calon presiden AS. (*)

 * Yayan Sakti Suryandari adalah dosen Departemen Komunikasi FISIP Universitas Airlangga Surabaya.

 ** Ni Luh Dea Novita Dewi adalah mahasiswa Departemen Komunikasi FISIP Universitas Airlangga Surabaya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: