Kominfo Menjadi Komdigi, Apakah Sekadar Nama?
ILUSTRASI Kominfo Menjadi Komdigi, Apakah Sekadar Nama?-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Tingkat literasi digital itu sangat penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap ancaman yang ada di dunia digital, sekaligus untuk memastikan mereka mampu menggunakan internet secara sehat dan produktif.
Menurut Mc Luhan yang menggagas teori determinisme teknologi, media merupakan faktor utama yang memengaruhi manusia. Perubahan dan perkembangan teknologi dewasa ini membawa perubahan perilaku manusia hingga tatanan masyarakat.
Jika negara tidak hadir untuk mengintervensi perkembangan teknologi, keberadaan masyarakat makin gamang. Di tengah hiruk pikuk perlombaan menaklukkan teknologi dan algoritma oleh industri, Komdigi juga diharapkan mampu membuat kebijakan yang menguntungkan rakyat, bukan para agregator digital.
Kekhawatiran pergantian nama Kominfo menjadi Komdigi sebatas perubahan kosmetik tanpa disertai langkah-langkah konkret diharapkan bisa terbantahkan.
Pertanyaan yang muncul, apakah perubahan nama itu memiliki relevansi substantif dalam memperkuat kapabilitas kementerian dalam bidang digitalisasi atau hanya rebranding untuk memperbaiki citra publik?
Perubahan nama menjadi Komdigi sejak 20 Oktober 2024. Kementerian dipimpin Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid. Sejak tahun Indonesia merdeka, tata kelola informasi memiliki tantangan tersendiri berawal dari Departemen Penerangan hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika selalu berupaya untuk beradaptasi.
Kini, Komdigi dianggap lebih relevan karena menyiratkan visi yang lebih terarah pada transformasi digital. Dalam konteks era digital, nama itu bukan sekadar identitas baru, melainkan juga usaha mempertegas fokus kementerian terhadap kebutuhan teknologi yang berkembang pesat.
Tidak hanya di Indonesia, negara tetangga pun melakukan adaptasi perubahan nama kementerian. Contohnya, Thailand dan Malaysia yang telah mengadopsi terminologi digital dalam kementeriannya. Itu menunjukkan komitmen untuk menyesuaikan diri dengan transformasi digital global.
Menuju masyarakat informasi Indonesia, semoga tidak hanya menjadi slogan Komdigi. Menteri dan dua wakil menteri didukung sekretaris jenderal dan inspektur jenderal perlu melakukan reformasi digital untuk membangun ekosistem digital yang inklusif dan ramah pengguna.
Masyarakat menanti arah dan tujuan baru yang mampu ”berperang” dengan arus digital dan berdampak nyata dalam implementasi kebijakan digital. Rakyat Indonesia bukan hanya penghuni perkotaan yang sudah mampu menikmati kekuatan sinyal 5G.
Namun, masih ada warga perdesaan yang memerlukan fasilitas teknologi digital yang layak sebagai bentuk kesetaraan. Perbaikan layanan teknologi informasi menjadi tuntutan nyata yang bergerak cepat.
Pengelolaan teknologi besutan Komdigi diharapkan tidak kalah cepat jika dibandingkan dengan Google, Meta, atau bahkan TikTok yang hanya memberikan layanan komunitas melalui media sosial.
Lebih dari itu, negara perlu membuat kebijakan substantif yang aman dan tidak berjalan seperti ”keong” di tengah gempuran kecepatan arus teknologi. (*)
*)Herma Retno Prabayanti adalah dosen Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Unesa.--
*)Mochammad Daky Mameru Alam adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Komunikasi, FISIP, Unesa.--
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: