Teori Denny JA soal Agama dan Spiritualitas di Era AI Mulai Diajarkan di Kampus

Teori Denny JA ini mulai diajarkan di kampus negeri ataupun swasta, sebagai mata kuliah mandiri, ataupun bagian dari mata kuliah yang sudah ada. --
HARIAN DISWAY - Teori Denny JA soal Agama dan Spiritualitas di Era AI mulai diajarkan di kampus negeri ataupun swasta. Baik sebagai mata kuliah mandiri, ataupun bagian dari mata kuliah yang sudah ada.
Budhy Munawar Rahman menyebutkan bahwa ada kondisi sosiologis yang dibaca hingga menghasilkan teori tersebut. Bahwa revolusi artificial intelligence (AI) akan mempengaruhi tak hanya cara kita mengolah informasi agama.
Tetapi AI juga bisa mengubah cara kita memahami dan beragama. Dalam lanskap sosiologi agama yang dikaji para pemikir besar seperti Edward Burnett Tylor, Karl Marx, Émile Durkheim, dan Max Weber, teori terbaru dari Denny JA menghadirkan perspektif.
BACA JUGA: 7 Pemikiran Denny JA tentang Agama dan Spiritualitas di Era AI Layak Jadi Kurikulum PT
Inilah yang menjembatani era klasik dengan revolusi kecerdasan buatan (AI). Teori ini menjadi tambahan penting dalam memahami bagaimana agama dan spiritualitas berevolusi di era digital.
Sementara Anick HT, Sekjen Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP) Jakarta, menjelaskan bahwa Denny JA tidak menggantikan teori-teori klasik. Melainkan memperkaya pemahaman tentang bagaimana agama berinteraksi dengan perubahan zaman.
“Agama selalu menjadi fenomena sosial yang dinamis. Dengan hadirnya AI, kita menyaksikan perubahan signifikan dalam akses terhadap informasi, interpretasi teks suci, dan peran sosial agama dalam masyarakat,” ujar Anick.
BACA JUGA: Denny JA Rumuskan 6 Prinsip Emas Spiritualitas di Era AI
Salah satu aspek utama dalam teori Denny JA adalah perubahan dalam akses dan otoritas keagamaan. Jika sebelumnya informasi agama dikendalikan oleh pemuka agama dan institusi keagamaan, kini AI memberikan akses yang lebih luas dan instan terhadap tafsir agama dari berbagai perspektif.
Menurut survei seorang dosen UIN Bandung pada 2020, 58 persen generasi milenial lebih memilih belajar agama melalui media sosial seperti Instagram dan YouTube dibandingkan dengan mengikuti pengajian langsung dari tokoh agama. Hal ini menunjukkan bahwa digitalisasi telah mengubah cara manusia berinteraksi dengan agama.
“Pemuka agama tidak lagi menjadi satu-satunya rujukan. AI memungkinkan masyarakat untuk mengakses ribuan sumber dalam hitungan detik, membandingkan tafsir, bahkan memahami konteks sejarah dan sosial di balik teks suci,” tambah Anick.
BACA JUGA: Dr. Satrio Arismunandar: Denny JA adalah Figur Multidmensional yang Lampaui Batas Konvensional
Namun, hal ini juga menimbulkan tantangan baru. Dengan semakin terbukanya akses informasi, bagaimana memastikan bahwa pemahaman agama tetap mendalam dan tidak sekadar menjadi konsumsi instan?
Selain melihat agama sebagai sistem dogmatis, Denny JA menekankan bahwa agama juga merupakan tradisi kultural yang terus berkembang. Dalam era digital, banyak aspek agama yang kini melampaui batas komunitasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: