Upah Pekerja dan Daya Saing Industri Kelapa Sawit Indonesia

Upah Pekerja dan Daya Saing Industri Kelapa Sawit Indonesia

ILUSTRASI Upah Pekerja dan Daya Saing Industri Kelapa Sawit Indonesia.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

HINGGA pekan terakhir November 2024, pengusaha dan serikat pekerja masih menunggu terbitnya peraturan menteri ketenagakerjaan tentang penetapan upah minimum tahun 2025. 

Dinamika penetapan upah minimum tahun 2025 menghangat pasca putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan judicial review atas sejumlah pasal pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja (UU CK), khususnya pada kluster ketenagakerjaan. 

Bagaiamana dampak putusan MK itu terhadap daya saing sektor usaha padat karya seperti industri kelapa sawit?

BACA JUGA:Ekspor Minyak Kelapa Sawit Diprediksi Turun

BACA JUGA:UMKM di Hilirisasi Kelapa Sawit

RINGKASAN PUTUSAN MK

Mahkamah Konstitusi mengabulkan peninjauan yuridis atas sejumlah pasal dalam UU CK yang diajukan Partai Buruh, empat organisasi serikat pekerja, dan dua individu. Ada lima poin yang dimintakan pengujian pada UU CK terkait ketenagakerjaan. 

Yaitu, tentang tenaga kerja asing, hubungan kerja dan alih daya, waktu kerja dan waktu istirahat, pemutusan hubungan kerja, dan pengupahan. 

Di antara lima poin tersebut, peraturan tentang pengupahan menjadi diskusi hangat karena momentum keluarnya putusan MK tersebut berdekatan dengan jadwal penetapan upah minimum 2025. 

BACA JUGA:Perkebunan Kelapa Sawit Mempunyai Potensi Lahan 1 Juta Hektare Per Tahun, Jadi Alternatif Kemandirian Energi

BACA JUGA:Pengusaha Asal Surabaya Digadang Masuk Kabinet Prabowo, Ternyata Eks Bos Kelapa Sawit

Jadwal awal, 21 November 2024, menteri ketenagakerjaan akan mengeluarkan permenaker tentang penetapan upah minimum tahun 2025. Namun, jadwal tersebut mundur dan dijanjikan akan terbit pada akhir pekan ini.

Pasca putusan MK, ada beberapa poin penting yang berpotensi menjadi dasar atau pertimbangan pemerintah dalam mengeluarkan kebijakan penetapan upah minimum. 

Pertama, munculnya kembali frasa ”kebutuhan hidup layak (KHL)” yang di dalam UU CK tidak disebutkan. Penetapan kriteria KHL itu berpotensi menjadi poin perdebatan panjang antara pemerintah, serikat pekerja, dan pengusaha.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: