Ramadan Kareem 2025 (9): Menghindari Talbis Iblis

Ramadan Kareem 2025 (9): Menghindari Talbis Iblis

Ramadan adalah saatnya tahu diri. --iStockphoto

Peristiwa yang melabirinkan institusi korporasi negara ke titik paling nadir dengan inti cerita menyangkut takhta dan harta. Kisah yang terekam adalah petinggi BBM ini mampu menguras energi rakyat dengan sangat telenovelis.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (6): Ramadan adalah Kita

Ragam kasusnya maupun lompatan-lompatan aksinya terpotret atraktif dan dramatik. Rakyat Indonesia siap menunggu cerita apa yang hendak dipentaskan setelah ada dalam jalur peradilan ke depan.

Dunia bisnis dan penegakan hukum menjadi adu siasat yang menggambarkan muatan pustaka talbis. Mengikuti bahasa Ibnu Jauzi dalam kitab Al-Muntaqa’ An-Nafis min Talbis Iblis (1429 H), kehidupan umat digiring melalui lika-liku talbis: "Tipu muslihat, perangkap yang menjerumuskan dengan rayuan kejahatan yang ilutif”.

Peringatan atas skenario talbis iblis yang paling membekas dalam iman teologis ada dalam QS Thaha ayat 120: "Kemudian setan membisikkan (pikiran jahat) kepadanya dengan berkata: Wahai Adam! Maukah aku tunjukkan kepadamu pohon keabadian (khuldi) dan kerajaan yang tidak akan binasa?"

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (5): Bulan Distribusi

Inilah bisik-bisik talbis yang siapa pun kalau tidak fokus pada “tupoksi penciptaan” akan terjerumus. Ini menjadi pelajaran besar bagi setiap insan. Pelaku kejahatan terhadap kekayaan publik selama ini mampu menghindari hukum, apalagi di ranah sejarah  kelam dunia peradilan yang aparaturnya tidak bebas OTT.

Agenda ini berbarengan dengan “tarian rancak” di antara aktor bisnis negeri ini. Deretan perkara yang melibatkan multipersona sangat membutuhkan “tarik nafas yang panjang” agar hati rakyat tetap memiliki optimisme pada “dewa yuridika”.

Tampilan mereka amatlah simbolik. Semua itu mengingatkan saya pada The Dead Souls, novel apik Nikolai Vasilievich Gogol (1809-1852) yang merekam akal licik pegawai ambisius dengan manipulasi dan korupsi.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (4): Saatnya Berbagi

Gogol mampu menyayat nafsu manusia serakah dengan penyampaian sindiran yang menghadirkan senyum. Viral soal oplosan amat menghibur dan membungkus kasus ini agar diterima dengan humor di tengah ragam problema bangsa.

Memang membongkar korupsi “orang-orang top” yang menempuh jalan politik telah diungkapkan Arnold J. Heidenheimer dan Michael Johnston dalam bukunya Political Corruption (2009).

Buku itu menganalisis kedudukan finansial partai politik, sistem kampanye dan kompetisi politik, serta “manajemen senyap” yang menggiring mereka memasuki lahan kekuasaan politik yang bernama korupsi.

BACA JUGA: Ramadan Kareem 2025 (3): Kupu-Kupu Ramadan

Mengapa “panggung korupsi” menjadi sedemikian memikat dan diretorika membudaya? Padahal Republik ini memiliki aturan yang sangat sarat nilai moral. Bacalah aturan yang ada. Pejabat negara yang bernorma dasar Pancasila dan beragama tidaklah pantas pamer tingkah pola korupsi berkelanjutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: