Ramadan Kareem 2025 (6): Ramadan adalah Kita

Ramadan Kareem 2025 (6): Ramadan adalah Kita

Inilah bulan yang memberikan kekuatan sejati pada setiap keluarga. Keluarga yang diingatkan kembali arti penting kebersamaan. Ramadan adalah alas hak yang paling kuat. --iStockphoto

HARIAN DISWAY - Saya menyaksikan orang-orang itu berjalan beriringan. Ada pula yang berjalan bergerombol sebagai penanda mereka satu komunitas. Mereka menggumpalkan kehendak yang sama. Ada gambaran sebuah entitas yang bergerak.

Konstruksi sosialnya sangat anggun dan mengagumkan. Kumpulan itu seperti peleton sepasukan khusus yang sedang siap-siap menjemput sekaligus menjalankan misi khos. Ternyata benar. Mereka adalah satu keluarga.

Mereka adalah deskripsi atas keluarga-keluarga muslim yang sedang menikmati anugerah besar Ramadan 1446 H. Sederetan sosok yang berjalan serta berkerumun di areal tempat ibadah itu acapkali saya temukan di kampung-kampung pedesaan.

BACA JUGA: Khasanah Ramadan 2025 (5): Bulan Distribusi

Sewaktu saya kecil di sebuah desa di pedalaman Lamongan, sampai saat ini juga tetap terabadikan. Ada yang ajeg, yang tidak berubah di kala Ramadan. Yaitu kebersamaan menuju masjid-masjid, langgar-langgar, surau-surau, musala-musala yang berderet di banyak gang.

Demikian pula di kota-kota. Di kawasan perumahan yang ada di pinggir-pinggir metropolitan atau gang-gang sempit di jantung kota, hal serupa tampak masih kentara, walau sedikit memudar.

Inilah bulan yang memberikan kekuatan sejati pada setiap keluarga. Keluarga yang diingatkan kembali arti penting kebersamaan. Ramadan adalah alas hak yang paling kuat. Saya bahagia karena masih menyaksikan lestarinya kekerabatan.

BACA JUGA: Khasanah Ramadan 2025 (4): Saatnya Berbagi

Berangkat salat Tarawih bersama anggota keluarga sambil menyapa tetangga, baik di desa maupun kota adalah sesuatu banget. Era individualisme yang salam setahun terukir dengan rutinitas yang menyita waktu kaum urban, kini tampak lumer.

Menyapa tetangga di kala berangkat ke tempat ibadah merupakan ukiran sosial yang tanpa jarak. Anak-anak saling bertegur sapa dengan sebayanya atau orang-orang sepuh. Inilah manifestasi sosial yang perlu terus ditumbuhkan.

Ada narasi kebersamaan dan pembuktian bahwa manusia memang makhluk sosial. Di Ramadan inilah semua menjadi nyata dan terang. Keakraban antar warga perumahan atau kampung-kampung lintas desa menjadi terjalin erat.

BACA JUGA: Khasanah Ramadan 2025 (3): Kupu-Kupu Ramadan

Anak-anak merasakan kehadiran orang tuanya. Maka setiap celoteh anak-anak yang ramai di masjid tidak perlu diberi peringatan keras. Karena mereka sedang bergembira bersama “teman-teman balitanya”.

Biarlah areal masjid ramai denga tangis, tawa atau cucuran air mata anak-anak yang sedang senggolan di halaman masjid. Semuanya tampil alami serta melambangkan harmoni. Itulah nyanyian spiritual Ramadan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: