Warga Indonesia Terjebak Perbudakan Sindikat Penipu

Warga Indonesia Terjebak Perbudakan Sindikat Penipu

DUA PEREMPUAN diwawancarai oleh AFP di Jakarta, Oktober 2024. Suami mereka masih terjebak sindikat penipuan online di luar negeri.-AFP-

BACA JUGA:Jubir TKN Ingatkan Peran Prabowo Selamatkan TKI dari Hukuman Mati di Malaysia

Suami Nanda harus bekerja lebih dari 15 jam per sif. Kerap menghadapi hukuman dan pelecehan verbal jika ketahuan tertidur saat bekerja.

"Katanya, ia disetrum dan dipukuli. Tetapi, suami saya tidak mau cerita banyak agar saya tidak kepikiran,’’ ucap perempuan berusia 46 tahun itu.

Menurut Nanda, sang suami sudah ’’dijual’’ dan dipindahkan ke sindikat penipu lain awal tahun ini.

Nanda menuturkan, kondisi pekerjaan suaminya begitu ketat. Telepon genggam dikumpulkan di awal hari kerja. Pesan dan riwayat panggilan diperiksa oleh operator.

Memang, sesekali para pekerja diizinkan menggunakan telepon. Nah, saat itulah biasanya mereka memberikan kode sandi singkat. Dan itu cukup bagi aktivis dan pihak berwenang untuk menemukan lokasi penyekapan tersebut.


MANTAN KORBAN sindikat penipuan online di luar negeri, dua laki-laki ini akhirnya bisa bebas dari penyekapan. Mereka diwawancarai AFP tanpa mau penyebutkan nama dan identitas lainnya.-AFP-

Untuk diketahui, antara 2020 hingga September tahun ini, pemerintah Indonesia telah memulangkan lebih dari 4.700 WNI. Menurut data Kementerian Luar Negeri, WNI tersebut terjebak dalam sindikat penipuan daring dari negara-negara seperti Kamboja, Myanmar, Laos, dan Vietnam.

Pemerintah juga mengidentifikasi setidaknya 90 warga Indonesia masih terperangkap di jaringan penipuan sekitar kawasan Myawaddy, Myanmar. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Perlindungan WNI Kemenlu, Judha Nugraha. Tetapi, angka sebenarnya diperkirakan lebih tinggi.

Seorang ibu rumah tangga Indonesia, yang suaminya masih terjebak dalam sindikat penipuan di Myanmar, mengatakan bahwa dia minta bantuan ke pemerintah. Tapi hasilnya minim.

"Sangat tidak manusiawi. Suami saya bekerja 16-20 jam sehari. Tanpa bayaran. Selalu mendapatkan intimidasi dan hukuman," ucap perempuan 40 tahun yang enggan namanya disebutkan tersebut.

Namun, Judha Nugraha menjelaskan, Jakarta hanya bisa bekerja sama dengan otoritas setempat. Tidak ada yurisdiksi untuk melakukan penangkapan di luar negeri.

Sementara itu, otoritas Kamboja mengatakan akan menindak pelaku penipuan tersebut. Tetapi, mereka juga mendesak Indonesia dan negara-negara lain untuk mengadakan kampanye kesadaran publik guna memberi informasi kepada warganya tentang modus penipuan tersebut.

"Jangan menunggu sampai ada masalah dan saling menyalahkan. Itu bukan solusi," kata Chou Bun Eng, wakil ketua Komite Nasional Anti-Perdagangan Manusia Kamboja, kepada AFP.

Edukasi itu perlu. Karena korban tidak bisa berbuat apa-apa setelah mereka tertipu. Korban tidak memiliki pilihan selain bertahan di bawah tekanan, kata Hanindha Kristy dari NGO Beranda Migran. "Ada praktik perbudakan modern di sini. Korban direkrut, diperdaya untuk bekerja sebagai penipu," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: